18.18

Dia Yang Mengurung Api Dalam Kepalanya


Bukan pagi yang tak berharap mentari ada, tapi dia yang tak ingin panas datang.
Hampir beberapa abad terlewati, banyak rahasia yang terkuak dibalik topeng
Keanggunan hanya jadi sajak palsu, tuk tuai kerusuhan
Dia bilang aku tak mengerti, aku jawab dia yang tak peka
Dia bilang aku tak pahan, aku sadar aku bodoh

Sekam menggunung, menunggu api, terkurung dalam kepala
Jangan bilang tinggal menunggu waktu, karna aku tak punya banyak waktu
Tak ada yang berharap semua terbakar, sia-sia perjalanan
Seteguk menelan kebencian, jutaan gelombang api datang
Tahan, hidup bukan hanya untuk ini
Meski asap tak henti-henti datang, seolah menanti dalam harap semua berakhir


Jangan pikir tembok tinggi tak bisa terpanjant, hanya saja saja tak ada yang mau

Ku nyanyikan saja tembang lama tuk hibur hati sambil menanti angin tenggara
Abai luka dan kesal agar nyenyak tidur terasa, pagi cerah pasti menanti
bersama Biru laut dan hijau daun
Aku tak rela kacau menghampiri, meski sekarang tlah datang, tak sanggup ku usir

18.18

Wajah Baru di Negri Syariat

Oleh: Maulidar Yusuf A (29 Januari 2012)

Simbol syariat Islam kembali tegoncangkan, kali ini dengan adanya kabar akan dibangunnya Best-Westren Hotel disamping Mesjid Raya Baiturrahman. Banyak kalangan yang menolak pembangunan hotel berstandard internasional tersebut disamping Mesjid Raya tersebut, karena ditakutkan akan mengaburkan kekhasan nuansa islami di Aceh.

Mesjid Raya adalah citra islami tertinggi yang ada di Aceh dan segaligus telah menjadi trend mark dari kota Banda Aceh sendiri. Sebagai salah satu mesjid termegah di Asia Tenggara, mesjid Raya telah membawa nama Islam di Aceh tersebar keseluruh pelosok negri. Mesjid yang dibangun pada tahun 1022 pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda ini sudah ada sejak dulu menjadi penegas akan kharisma islam di Aceh. Meskipun mesjid ini hanya sebatas symbol Islam, namun symbol inilah yang akan selalu menyadarkan kita akan keberadaan Islam disisi kita, meskipun keadaan zaman terus berubah. Tidak bisa pastikan apakah rasa hormat terhadap keislaman akan tetap ada jika adahal lain yang lebih menantang dan berpengaruh berada disampin asset peninggalan Islam dunia ini.

Pembangunan Best Westren Hotel disamping mesjid raya adalah tantangan terbesar bagi keberadaan symbol Islam termegah di Aceh jika kita melirik sekilas apa itu Best Westren Hotel. Best Western Hotel adalah salah jaringan perhotelan Internasional yang bepusat di Amerika Serikat, dan kondominium Best Western Internasional merupakan jaringan hotel internasional terbesar di dunia dengan kepemilikan 4.000 hotel.

Berdasarkan pemberitaan dari berbagai media saat ini, pemrintah Kota Banda Aceh sendiri telah mensahkan pembagunan hotel berbintang yang memiliki 14 lantai dengan ketinggian 42 meter dilokasi Geuta Plaza dulu, posisinya tepat 300 meter dari Mesjid Raya Baiturrahman. Best Western Hotel di disamping Mesjid Baiturrahman. Hotel berbintang berlantai 14 dengan ketinggian 42 meter akan dibangun di Banda Aceh yang lokasinya dibekas Geunta Plaza atau tepatnya 300 meter sebelah tenggara Masjid Raya Baiturahman yang akan menelan investasi Rp200 miliar.

Meskipun konsep yang digunakan adalah konsep islami, seperti membangun jembatan yang menghubungkan hotel dengan mesjid raya, sehingga penginap di hotel bisa secara langsung menuju ke Mesjid Raya dan melaksanakan shalat tahajud. Islami dengan hanya shalat tahjud? Banyak kalangan mengangap itu hanyalah polesan nama “islam” agar masyarakat tidak memandang negative. Secara real kita bisa melihat bagaimana system Hotel Internasional yang telah berkembang diberbagai wilayah, jangan lihat terlalu jauh, hari ini saja di Aceh pun sudah ada hotel yang berstandar internasional namun sayangnya kekuatan otonomi khusus terhadap pemberlakuan syariat islam seolah tidak mengetarkan pelanggaran syariat yang terjadi dihotel-hotel tersebut.

Belum lagi dengan adanya pendirian Mall disampingnya, semua orang turut mempertanyakan bagaimana nasib penjual di Pasar Aceh? Secara otomatis mereka harus bersaing dengan pelanggan yang lebih memilih berbelanja di Mall, hal ini disebabkan trend berbelanja di Mall karena pengaruh pemikiran agar lebih terlihat modern meskipun hanya menguntungkan pemilik modal dan menggelapkan Pasar Aceh sebagai salah satu warisan sejarah Aceh yang menjadi sumber ekonomi masyarakat. Mengapa pemerintah saat ini mementingkan kepentingan korporasi dan pedagang besar
Dari kalangan perempuan sendiri, penulis juga ingin mengungkapkan sebuah kekhawatiran besar terhadap akan meningkatnya peluang prostitusi yang identik oleh
PSK di Seramoe Mekkah. Meskipun hal ini bukan hanya karena pembangunan Best Western Hotel, melirik pada realita penyebab meningkatnya prostitusi di Aceh saat ini yang tidak hanya disebabkan oleh kalangan perempuan sendiri. Betapa banyak peluang yang disediakan berbagai pihak secara langsung atau tidak untuk peluang prostitusi di Aceh selain himpitan ekonomi disamping kurangnya pengetahuan agama bagi masyarakat Aceh meskipun telah lama menyandang kata “islami”.

Setiap hotel memiliki aturan tersendiri, apalagi hotel berbintang. Fasilitas hotel berbintang yang menyediakan fasilitas-fasilitas yang juga sangat memiliki pengaruh besar terhadap syariat islam sendiri. Bagaimana fasilitas ini nantinya bisa ditahan kepada pengunjung, bukankah mereka sudah membayar mahal untuk menikmati setiap fasilitas yang disediakan. Kita juga bisa membandingkan dengan kenyataan yang telah terjadi pada salah satu hotel berbintang di Banda Aceh, meskipun kecaman telah datang dari berbagai kalangan terhadap keberadaan pub di hotel tersebut agar ditutup, namun faktanya sampai saat ini belum ada tindakan tegas dari pihak-pihak yang memiliki wewenang untuk itu. Lantas, haruskah kita membiarkan lagi pengadaan Hotel berbintang yang memiliki peluang besar menyediakan tempat-tempat maksiat, apalagi rencananya akan dibangun tepat di sebelah tenggara Mesjid Raya Baiturrahman.
Ibarat pepatah Aceh yang mengatakan “meujoe ta pula pade naleung pasti djitimoh keudroe, tapi miseu tapula naleung peukeuh ek mungken pade dji timoh keudroe?” (kalau kita tanam padi, pasti rumput akan tumbuh sendiri. Namun apakah jika kita menanam rumput, padi akan tumbuh?). Singkatnya, apakah jika hotel islami di sediakan maka akan memungkinkan pengetahuan islam meningkat pada masyarakat?. Padahal disaaat meningkatnya degradasi moral yang berakibat pada munculnya berbagai macam konflik saat ini, dukungan terhadap pembangunan fisik dan non-fisik untuk pengetahuan keislaman adalah hal ter-urgent agar konsep islami bisa hadir dengan sendirinya.

Pembangunan Nasional memang hak semua warga Indonesia, namun jangan sampai mengabaikan khasanah-khasanal lokal yang berakibat hilangnya identitas kedaerahan apalagi keagamaan Kearifan local hanya akan menjadi kenangan. Untuk itu penulis, mewakili suara masyarakat Aceh menghimbau kepada pemerintah untuk lebih arif dalam mengambil kebijakan. Bukan maksud menolak pembangunan di Aceh, namun banyak sekali pertimbangan yang harus dilihat dari berbagai aspek.

17.32

Bukti Cinta Sang Sultan


(Gunongan, pinto khop, Peterana, Balai, Pinto Khop dalam lingkaran Taman sari/gairah)
Oleh : Maulidar Yusuf A


Tersebutlah dalam kitab Bustanul Salatin (Taman raja-raja) yang ditulis oleh seorang ulama besar dimasa kerajaan Aceh Darussalam diabad XVII M, ulama yang sangat jaya dimasa pemerintahan Iskandar Thani, yaitu Nuruddin Ar-raniry.


Tepat ditengah kota terdapatlah taman seluas 1.000 depa lebih. Taman yang sangat indah, dihiasi berbagai jenis bunga dan bangunan-bangunan berukir, namanya Taman Sari Gunongan, sering disebut juga Taman Gairah. Taman terindah dimasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

Alkisah, disebutkan bahwa taman ini adalah symbol kekuatan cinta Sultan kepada pemainsurinya yang cerdas dan cantik jelita, Putri Pahang (Putro Phang). Putri dari negri seberang ini merasa kesepian ditengah kesibukan suaminya sebagai kepala pemerintahan. Tak jarang ia pun rindu terhadap pengunungan yang ada dikampung halamannya,Pahang, sebuah tempat yang telah berhasil ditaklukkan oleh Sulthan Iskandar Muda(1607-1636). Sang suami memahami kegundahan hati pemainsurinya, ia pun membangun sebuah gunung kecil (gunongan) sebagai miniature dari perbukitan yang mengelilingi istana Putro Phang di Phang.

Gonongan tersebut saat ini terletak di Jalan Teuku Umar berhadapan dengan kuburan serdadu Belanda yang gugur dalam Perang Aceh (1873-1942), yang juda dikenal dengan sebutan kherhoff. Dulunya didaerah tersebut terdapat Medan Khairani yang merupakan sebuah padang luas dan diisi dengan pasir dan kerikil, dikenal dengan nama kersik batu pelinggam.

Bangunan yang dibangun 17 Abad silam ini bersegi enam, tidak terlalu besar, berbentuk seperti bunga bertingkat tiga dengan tingkatan utamanya sebuah mahkota tiang yang berdiri tegak. Berdasarkan teks dari kitab tersebut kiranya dapat diketahui pada dasarnya bangunan Gunongan itu berdiri dengan tinggi 9,5 meter, menggambarkan sebuah bunga yang dibangun dalam tiga tingkat.

Tingkat pertama terletak di atas tanah dan tingkat tertinggi bermahkota sebuah tiang berdiri di pusat bangunan. Keseluruhan bentuk Gunongan adalah oktagonal (bersegi delapan). Serambi selatan merupakan lorong masuk yang pendek, tertutup pintu gerbang yang penyangganya sampai ke dalam gunung. Pada dindingnya terdapatlah sebuah pintu masuk berukuran rendah, dan didalamnya ada tangga menuju tingkat tiga gunongan. Ada beberapa peninggalan sejarah yang terdapat didaerah tersebut.

Dalam pengkisahan secara turun temurun, Hoesein Djajadiningrat mengatakan, untuk mengecat bangunan gedung Gunongan tersebut masing-masing penduduk diperintahkan untuk memberi satu colek (saboh cilet) kapur untuk pewarnaan seluruh bangunan itu.
Dalam Bustanul Salatin, jelas disebutkan mengenai Taman Sari, yang terletak dipusat kota Banda Aceh ini, taman dengan rekayasa tatanan lingkungan serta bangunan-bangunan seperti gunongan, kandang(kuburan kerabat Sulthan), penterana batu berukir, serta pintho khop.

Peterana batu berukir
Tepat didepan kiri gunongan, terdapat sebuah batu berbentuk silinder berornamen kerrawang motif jala yang dikenal dengan Peterana Batu Berukir. Kursi Batu ini berdiameter 1 m dan tinggi 0.5 m, dan bagian tengahnya berlubang, dan sisis utara berbentuk trap semacam tangga dua tingkat. Sekeliling peterana batu berukir berhiaskan arabesque berbentuk motif atau jaring jala., Peterana itu digunakan Putro Phang untuk tempat mencuci rambut. Dulunya gunongan ini dulunya terdapat dalam rangkaian taman sari.

Peterana batu berukir berfungsi sebagai tahta tempat penobatan sultan. Belum diketahui dengan pasti nama-nama sultan yang pernah dinobatkan di atas peterana batu berukir tersebut. Bustanus as salatin menyebutkan ada dua buah batu peterana, yaitu peterana batu berukir (kembang lela masyhadi) dan peterana batu warna nilam (kembang seroja). Namun yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah peterana batu berukir kembang lela masyhadi yang terletak bersebelahan dengan Gunongan dan berada di sisi sungai.

Namun, ada yang beberapa sumber lisan mengatakan paterana ini adalah tempat Putro Phang mencuci rambutnya yang dibantu oleh dayang-dayangnya. Tak ada kepastian yang jelas dalam hal ini.

Kandang
Dalam komplek Gunongan tersebut juga dikatakan terdapat Kandang Baginda. Kandang Baginda ini merupakan sebuah lokasi pemakaman keluarga sultan Kerajaan Aceh, di antaranya makam Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M) sebagai menantu Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) dan istri Sulthanah Tajul Alam (1641-1670).

Bangunan kandang berupa teras dengan tinggi 2 m dikelilingi oleh tembok dengan ketebalan 45 cm dan lebar 18 m. Bangunan ini dibuat dari bahan bata berspesi kapur serta berdenah persegi empat dengan pintu masuk di sisi selatan. Areal pemakaman terletak di tengah lahan yang ditinggikan. Konon lahan yang ditinggikan pernah dilindungi oleh sebuah bangunan pelindung. Pagar keliling Kandang mempunyai profil berbentuk tempat sirih dengan tinggi 4 meter.

Pagar ini diperindah dengan beragam ukiran berbentuk nakas, selimpat (segi empat), temboga (seperti hiasan tembaga). Mega arak-arakan (awan mendung) dan dewala (hiasan serumpun bunga dengan kelopak yang runcing dan bintang_seperti teratai), merupakan hiasan. Pada kolom tembok keliling berupa arabesque berbentuk pola suluran mengikuti bentuk segi empat.

Mega arak-arakan yaitu hiasan arabesque berupa awan mendung yang dibentuk dari suluran sebagai hiasan sudut pada bingkai dinding. Dewamala merupakan hiasan yang berbentuk menara-menara kecil berjumlah dua belas buah di atas tembok keliling terutama di bagian sudut, berbentuk bunga dengan kelopak daunnya yang runcing menguncup. Menurut sumber bangunan ini dibuat oleh orang Turki atas perintah Sulthan.

Lima unit Balai
Didalam tulisan Boy Nashruddin Agus, pemerhati sejarah Aceh juga disebutkan dalam Taman Ghairah juga dibangun lima unit balai dengan halaman pada tiap-tiap balai beserta teknik pembangunan dan kelengkapan ragam hiasnya. Balai merupakan bangunan panggung terbuka yang dibangun dari kayu dengan fungsi yang berbeda-beda.
Balai-balai tersebut antara lain Balai Kambang yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan. Kemudian Balai Gading yang berfungsi sebagai pelaksanaan kenduri, Balai Rekaan Cina tempat peristirahatan yang dibangun oleh ahli bangunan dari Cina, Balai Keemasan tempat peristirahatan yang dilengkapi dengan pagar keliling dari pasir dan Balai Kembang Caya. Sayangnya, balai-balai yang disebutkan dalam kitab Bustanul Salatin saat ini sudah tidak ada yang tersisa.

Pinto Khop
Bangunan lain yang terdapat dalam Taman Ghairah ini adalah Pinto Khop (Pintu Biram Indrabangsa) yang secara bebas dapat diartikan dengan pintu mutiara keindraan atau kedewaan/raja-raja. Di dalam Busatanul Salatin disebut dengan Dewala.
Untuk menghubungkan kompleks istana dengan taman terdapatlah sebuah pintu gerbang yang bernama pinto khop. Pintu ukir ini, memiliki lebar 2 m, panjang 2 m, setra tinggi 3 m, terletak tepat ditengah Sungai Darul Asyiki. Langit-langitnya atau rongga pintu berbentuk lengkungan busur dengan ukiran barat-timur. Lalu, ornamenn-ornamen yang menghiasi bangunan ini juga didominasi oleh motif sulur-suluran. Bagian atapnya memiliki tiga tingkatan, dengan ornament dalam bingkai-bingkai. Puncaknya adalah mahkota dengan sudut meruncing.

Atap bangunan yang bertingkat tiga dihiasi dengan berbagai hiasan dalam bingkai-bingkai antara lain; biram berkelopak (mutiara di dalam kelopak bunga seperti yang ditemukan juga pada bangunan Gunongan) dan bagian puncak dihiasi dengan sangga pelinggam (mahkota berupa topi dengan bagian puncak meruncing).
Bagian atap merupakan pelana dengan modifikasi di empat sisi dan berlapis tiga. Pada sisi utara dan selatan dewala ini berkesinambungan dengan tembok tebal (tebal 50 m dan tinggi 130 meter) yang diduga merupakan pembatas antara lingkungan Dalam (kraton) dengan taman. Namun, lagi-lagi dikemudian hari tembok tersebut tidak diketemukan lagi akibat pembangunan tata ruang kota Banda Aceh.

Dugaan sementara, tempat ini merupakan tebing yang disebutkan dalam Bustanul Salatin dan bersebelahan dengan sungai tersebut. Dengan adanya perombakan pada tata kota Banda Aceh dikemudian hari, Pinto Khop akhirnya tidak berada lagi dalam satu komplek dengan Taman Sari Gunongan (taman ini juga telah berubah dari arsitektur semula seperti yang digambarkan dalam kitab Bustanul Salatin).

Bangunan Pinto Khop dibuat dari bahan kapur dengan rongga sebagai pintu dan langit-langit berbentuk busur untuk dilalui dengan arah timur dan barat. Bagian atas pintu masuk berhiaskan dua tangkai daun yang disilang, sehingga menimbulkan fantasi (efek) figur wajah dengan mata dan hidung serta rongga pintu sebagai mulut.

Komplek Gunongan pernah di eskavasi (penggalian kepurbakalaan) oleh tim dari Direktorat Purbakala, Jakarta yang dipimpin oleh Hasan Muarif Ambary pada tahun 1976. Banyak ditemukan kepingan-kepingan emas didaerah tersebut yang kemudian dibawa kemeusium Nasional Jakarta dan sebagiannya lagi di Meusium Aceh, namu tidak bisa dipastiakn berapa jumlah kepingan-kepingan emas tersebut. Selain itu juga terdapat sebuah keranda berlapiskan emas. Diperkirakan, keranda tersebut adalah milik Sultan Iskandar Thani, menantu Sultan Iskandar Muda.

Kompleks Gunongan ini adalah salah satu bukti kejayaan Aceh dimasa silam, mengenang sejarah gunongan bukanlah semata-mata membuat kita larut dalam euforia masa lalu, namun juga menjadi semangat bagi kita semua untuk melestarikannya dan berusaha terus menciptakan peradaban baru.

05.56

Ada Titipan “Miniatur Nuh” Diatas Rumahku

(Refleksi Tsunami, 26 Desember 2004, Antara azab dan ujian, diangkat dari kesaksian pemilik rumah dibawah boat, Lampulo)

Ingatkah kau kawan? Tentang romantika berabad-abad silam, ada cinta disana, ada luka disana, ada lara disana. Saat bahtera akan berlayar, ada cinta terpaksa dipangkas. Aku rasa, bukan karna terlalu panjang, namun karna Tuhan tak ridha.
“Selamat tinggal sayang. Aku tetap harus berlayar tanpa kalian” kata Nuh penuh derai air mata“Kering sudah air dimulutku mengiba, kini terpaksa ku harus ikhlaskan, air dari Tuhanku menjemputmu sayang, kalaupun aku harus menangis, aku berharap tetesan –tetesan ini tak akan menambah arus gelombang yang akan menyelimuti malam dan hari terakhir kalian, istriku, anakku. Terlambat sudah” rintih Nuh.
Terpaksa Nuh mengiba, dan mengadu pada Tuhannya “Ya… Tuhanku, Dan sesungguhnya setiap kali menyeru mereka untuk beriman agar Engkau mengampunin mereka, namun mereka memasukkan anak jari mereka ketelinganya, dan menutup bajunya ke wajah mereka dan tetap mengingkari dan menyombongkan diri. (Q.S Nuh :7)”
“Tuhanku,, berbagai cara telah ku lakukan, tapi mereka tetap tak mau membuka sedikit mata hati mereka, terhadap Engkau yang menciptakan langit yang berlapis-lapis, lalu menurunkan hujan yang tak hanya dari langitpun Engkau mampu. Mereka lupa duhai Tuhanku, tak cukup titah penghambaan dariku pada mereka untuk-Mu,, kalam-Mu tak cukup untuk mereka sadar, Engkaulah yang harus disembah…!! Mereka sepertinya butuh azab-mu”
“ Selalu aku berkata agar mereka memohon ampun pada Tuhan-mu, sungguh, Dia Maha Pengampun, jika tidak niscaya Dia akan menurunkan hujan lebat dari langit kepadamu,(Q. S. Nuh 10-11)”
“ Ya Tuhan-ku, sesungguhnya mereka durhaka kepadaku.(Q.S . Nuh:21)”
Bahtera itu pun akhirnya berlayar, berhari-hari, berminggu-minggu. Lihatlah kawan, apa ini?! Saudaraku, Lihatlah!
***
Minggu 26 desember 2004, telah menjadi hari yang sangat bersejarah bagi masyrakat dunia, khususnya di Aceh, dan tak terkecuali Abasiah atau sering dipanggil Buk Abes. Tak pernah ia bayangkan akan datang gempa berkekuatan 8,9 skala richter. Gempa yang membuatnya tak bisa berdiri apalagi berjalan. Namun saat itu ia sedang tidak berada dirumah namun dikawasan Lamdingin, sontak ia langsung teringat anaknya, tak ada hal lain kecuali anak-anaknya.
“Saya langsung teringat anak-anak saya, namun saya teringat kata-kata ustadz bahwa ini pasti bukan kiamat, karena jika kiamat terjadi seorang ibu yang sedang mengandung sekalipun tak mungkin lagi teringat anak-anaknya. Namun saya masih memikirkan anak-anak saya, apalagi suami saya sedang berada diluar kota. Sayapun langsung pulang kerumah” Ungkap bu Abes. Tak berselang lama dari kejadian gempa seorang warga berteriak air laut naik, tanpa pikir panjang Bu Abes menarik anaknya (Agin, Ghazi, Yanti-anak angkat-, Thoriq, dan Zafla) untuk naik kelantai dua, air laut terus naik.
Tampak dari jendela boat-boat ikan mendekat kearah rumahnya setelah ditarik mudur kebelakang lalu dilepas lagi. “Saya jadi teringat kisah Nabi Nuh yang diceritakan almarhum ayah saya dulu, Hasbunallah wanikmal wakil pun tak pernah henti-hentinya saya ucapkan” tegas Bu Abes. Dan tak lama kemudian sebuah boat besar menabrak rumah Bu Abes, dan ada beberapa warga yang juga naik kelantai dua tersebut, mereka langsung naik keatas boat tersebuah dengan tangga yang datangnya entah dari arah mana.
Boat tersebut tak lagi bergerak kemana-mana, menetap diatas rumah Bu Abes. “Sampai pukul 14.30 Wib akhirnya air mulai surut, tak terasa lagi ombang-ambing diatas boat seperti didalam blender, mungkin inilah peringatan Tuhan untuk kita” tambah Bu Abes, dan mengaku iabahwa ada 59 orang warga yang akhirnya selamat diatas boat tersebut, satu diantaranya adalah bayi Ibu Fauziah yang berusia enam bulan.
Ketika hendak turun bu Abes dan warga yang selamat diatas boat tersebut kembali tekejut dengan kehadiran tangga untuk memudahkan mereka turun. SUBHANALLAH. Begitu sampai dibawah, bu Abes melihat untuk terakhir kalinya rumahnya yang sudah “diduduki” oleh boat besar. Takut-takut air akan naik lagi dengan segera rombongan meninggalkan Lampulo, dalam genangan air zikirpun tak henti-hentinya terucap dibibir mereka, sambil melewati mayat-mayat dan rerutuhan bangunan gempa dan kayu-kayu yang dibawa air laut yang akhirnya diketahui itu adalah air tsunami.
***
Ini bukan sekedara kayu lapuk, tuha, bahkan kau kira tah berharga. Ini bukan sekedar pajangan yang kau tonton, bukan sekedar pajangan yang kau masukkan kedalam pigura-pigura perak. Tapi buka mata hatimu. Untuk sepersekian waktu saja beselancar kemasa lalu.. ini mungkin sepersekian dari bahtera Nuh masa silam!
Ini bahtera Nuh. Ini miniatur bahtera Nuh! Meski tak seutuhnya sama. Tapi kau harus tahu, Tuhan murka!
Ketamakan, keserakahan, kemunafikan, kebohongan, angkuh meraja dibumi Nya. Saban hari, saban waktu angkara semakin tajam menyibak taring! Tanpa belas kasihan. Tanpa malu. Terus bersetubuh bersama nurani
Saatnya menginjak! Saatnya memangkas! Seolah itu titah alam yang tertulis didinding-dinding jagat ini, kabur sudah nurani, kabur bersama kejayaan..
83 bulan berlalu.
Terhadap ikan-ikan yang menggelempar, terjemur tanpa tuan, dedaunan merenggang, pasir-pasir mengangga, dan mayat-mayat berhamburan dari berbagai penjuru, hingga lelah Izrail mencabut nyawa untuk setiap detik seribu nyawa, hingga tak sempat Izrail menata urut siapa pertama yang yang harus berada pada urut pertama kematian. Semua terlalu cepat, tapi kita tahu Izrail bukan malaikat bodoh
Dia tahu, lidah mana dalam setengah detik seribu nyawa yang masi basah dengan Asma-Nya.
Dia tahu, tuhan-tuhan apa yang kita sembah setiap waktu, dia tahu apa yang pantas untuk kita.
7 Tahun, tak cukup untuk kita mencari puing-puing nurani.
Diantara puing-puing tsunami yang saban hari mulai tertata lagi.
Atau memang air bah, lumpur belerang itu tak cukup untuk menjadi peringatan agar kita utuh merajut jala toleran tanpa anarkis, tanpa tiran-tiran.
Atau memang tangis di gubuk-gubuk tua itu adalah nyanyian untuk kita, agar semakin nyenyak terlelap dalam mimpi diatas bantal sutra bersulam emas sulaman cacing diperut mereka,, setiap hari, setiap waktu.
Haruskan kita tunggu, miniatur-miniatur Nuh lain tercipta untuk sebuah perubahan, untuk memberi sedikit makan cacing diperut mereka
Haruskan tsunami datang lagi, menghibur kita, agar ada goresan damai sehari diatas kertas(lagi)

Lampulo, 26 Desember 2011

20.10

School Bullying: Save Our Children, Save Our Generation



Written by: Maulidar Yusuf, SID 230919091



Although the red coals at the crease crossed your mind, if emotions are heating your scalp, not even the violence that you give to the helpless child, child abuse is often accompanied by emotional refuge in the name of educating the child discipline SAVE OUR CHILDREN (dr Widodo Judarwanto SpA).



From that quotations this journal will be started, as a prospective teacher I just realized how many problems in this world are concerned about the violence, including violence against children in the world of education. We know that no one wanted the violence to happen. Against anyone, including children.



According to Jack D. Douglas and Frances Chalut Waksler, the term force is used to describe the behavior, either openly (overt) or closed (covert), and whether they are attacking (offensive) and last (defensive), which accompanied the use of force to another person. Therefore one of the acts of violence that often occurs in the world of education is the act of school bullying. In the case of school bullying, violence is not only done by teachers, but also friends. Violence in children but never seemed to escape from everyday life-threatening child survival. Violence in children is mostly done precisely by the people closest to them, especially parents, caregivers, friends, and school teachers. An online survey of 299 people who made "Korando" states, A large respondents or 55.18% (165 people) said it is still often seen and experienced violence against children or teenagers who do parents and teachers. While 74 people, or approximately 24.75% said sometimes and 60 people or 20:07% said rarely



A summary of research on "Conditions and Triggers Violence in Education" written by Drs. Abd. Assegaf Rachman, M. Ag, is Lecturer IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rewritten by M. Khoirul Muqtafa. Supported by the Ministry of Religious Affairs in the framework of Competitive Research conducted by the Directorate of Islamic Higher Education, Ministry of Religious Affairs of Indonesia Year 2002. Stating that need to be reviewed in advance the state of education today, namely the internal conditions and external conditions. Internal conditions are internal factors which directly influence the behavior of the student / students and educators, including violent behavior. While external conditions is the condition of non-education which is an indirect factor for the onset of the potential for violence in education

About the violence I have some facts that occurred in a junior high school in Banda Aceh, a gym teacher who was too often punish students because it is not carrying gym clothes, often the teacher is using the hard object to punish students. The other case, an elementary school student who often get the scorn of his teacher who has a weakness in the exact subject, the violence is violence also gained an inner, a pressure in the form of words. Apart from teachers, bullying is also done by fellow students, such as seniority that occurs when the beginning of school, it can occur in the form of hazing or a play of competing groups, in large measure we can find examples of bullying in the fighting between students.



From the above facts could I conclude, there are many things behind the acts the violence against children. The first: frequent the violence against students who do not follow the rules, as usual any violation would get a penalty. However, a lot of penalties obtained outside of the ordinary, this is where the birth act of the violence Second: the imposition of generality ability of students, so the student can not capture the whole matter. Pupils forced to something that does not like or even beyond the limits of his ability, it is not rarely make fear, despair, mental castration. The third: students accustomed to the spectacle the violence, until they do the violence to vent their emotions.



Than there are two main factors of school bullying action, the first factor in the family and environmental education. Later in the education process in schools. Violence is often the case not only physically, but also sexual, psychological, and neglect. If the child is always in a the violence environment, there will be two possible characters are formed. The first character, his soul will try to practice the violence which he obtained, the result will often occur new violence. The second possibility of personal distress, mider, and confidence that allows children who are less desperate and did not develop. School bullying is clear that the action is very detrimental to childhood development This violence can not continue to occur. There are many steps that can be done by educators to address this violence.



First of all an educator must understand the meaning of bullying. This understanding is not just the literal meaning only, but the application, the awareness will happen if a clear understanding. This understanding must occur between the two sides. Teachers and parents, as the most important part in the educational process both these elements have to understand the meaning of bullying and the effects of bullying. Furthermore, for students. Students, understanding for the pupils may be given when a school lesson, for example: in the subjects of language, teach students with language that is not mutually flout fellow, and understanding the dangers of violence in any form we can use some of the to overcome the bias action of this school bullying.



As the concept applying Humanizing of the classroom is coined by John P. Miller focused on the development model of "affective education". Educational model is based on three things: recognize ourselves as a growth process which is and will continue to change, recognize the self-concept and identity, and integrating the awareness heart and mind. Changes made are not limited to any material substance, but more importantly on the methodological aspects considered very humane.Active learning is triggered by Melvin L. Silberman. Inviting children understand what is heard in a systematic and responsible, so it reduces the action brutality and dangerous. Bullying could also be prevented by instilling faith-based education and character education.



All parties must be together to solve this problem. the violence can occur anywhere, the involvement of parents and the playing environment is very influential in dealing with these bullying actions, even the authority of the government also has a large in preventing this crime.

20.02

“Tuhan Menjadi Saksi, Aku Masih Suci”

Malam ini mungkin aku pulang lagi pukul 02.00, pekerjaanku belum selesai. Tiga pesan singkat dari Ratna, adikku yang dia ingin tahu jadwal pulangaku malam ini, tak bisa aku balas, pulsaku tak cukup lagi.

Gerimis mulai membasahi jalan, hiruk pikuk pasar perlahan mulai mereda. Sayup-sayup terdengar suara tawa sekelompok laki-laki yang sedang bermain kartu diujung gang tempat aku berdiri saat ini. Dari kejauhan aku bisa melihat botol-botol minuman, entah apa jenisnya. “sebaiknya kamu pulang saja” sebuah bisikan tiba-tiba menghentikan langkahku. Aku bingung, apakah aku harus pulang, sedangkan aku belum mendapatkan apa-apa malam ini.
“[KAK! DIMANA?!!]” pesan dari Ratna masuk lagi, ini yang keempat.
Ratna, adikku, beberapa hari lagi umurnya akan menepati tujuh belas, aku beruntung memilikinya, dia sangat mengerti kondisi kami. Meskipun seiring berjalannya waktu, usia bertambah, dan kebutuhan hidup tak pernah kompromi. Apalagi Ratna telah aku sekolahkan di Sekolah Menengah Akhir ternama dan diakui dari segi kualitas pembelajarannya dikota ini. Aku tak ingin dia yang satu-satunya kumiliki menjadi sepertiku. Semua orang tahu, dia pintar dan juga cantik.

Tujuh tahun lalu aku tak sempat lagi mengambil ijazah SMA-ku. Musibah itu telah membuat aku kehilangan segala yang aku punya, termasuk kepercayaan diriku. Saat itu aku merasa langit saja tak lagi memberi ruang untukku, apalagi bumi, tak satupun keluargaku diberi kesempatan berjalan bersamaku lagi, melalui murka laut aku menjadi sebatang kara. Kebahagian yang aku miliki telah usai.
Namun ternyata, dugaanku salah! Dua tahun kemudian aku berjumpa Ratna, disebuah tenda kuning bertuliskan CARE, ia sedang sedang bersama belasan anak sebaya dengannya memerhatikan seorang warga asing. Bisa aku pastikan dia sedang mengajari adikku bahasa dari Negara mereka.

Sejak pertemuan itu, ku coba memandang langit, sekilas wajah orangtuaku muncul. Ketika itu pula ruh ku mulai bersahabat dengan jasad. Aku lantas berjanji dalam hati, aku akan menjaga Ratna. Aku tahu Ratna adalah gadis pintar, telah banyak prestasi-prestasi yang diraih Ratna sejak sekolah dasar bahkan hingga saat ini, oleh karena itu aku bertekad akan menyekolahkan Ratna hingga dia menjadi sarjana, berpendidikan yang baik seperti yang diharapkan almarhum bapak dan ibu, dan yang paling penting adalah dia bisa berguna untuk kebaikan orang lain. Sebisa mungkin aku akan membiayainya, agar Ratna tak menjadi sepertiku yang kotor, seperti tempat aku berkerja saat ini. Aku tidak akan menyerah.
***

“Kak, kenapa sih harus pulang pagi setiap hari? Atau tengah-tengah malam” Tanya Ratna disuatu pagi, sebelum dia berangkat sekolah. Alah, aku tak ingin menghiraukan lagi pertanyaan ini, ini bukan kali pertama pertanyaan seperti ini ia lontarkan untukku.

“Kenapa sih kak ga jawab? Kakak kerja apa sih sebenarnya?” dia mengulang pertanyaannya lagi, aku rasa tak ada guna menjawabnya. Namun, Ratna masih berdiri didepanku menunggu aku menjawab.

“Buat apa nanyak-nanyak?! Tugas kamu itu sekolah. Tenang aja duetnya halal kok! Aku ga nyuri..!!” jawaban ini keluar dari mulutku dengan nada yang tinggi sambil merapikan pakainku lalu langsung keluar rumah lagi menuju gudang berukuran 4x2, jika dimasa bapak masih ada tempat ini pasti digunakan sebagai tempat penyimpanan barang bekas, saat ini temapt ini kami sulap menjadi kedai kecil, ini menjadi sumber pertama pengisi kantong kami dan biaya Ratna sekolah. Ada beberapa jenis makanan ringan, rokok, serta keperluan yang sering dicari ibu-ibu rumah tangga disekitar kami tanpa harus berjauh-jauh menuju pasar.

“Tapi kak, orang-orang disini selalu nanya kakak kemana setiap malam? Kerja apa setiap malam? Dimana? Ratna harus jawab apa kak…?” lanjut Ratna sambil mengiring langkahku.

“Lhoh, aku kan udah bilang, aku pergi kerja..” jawabku datar. “Pekerjaannya apa?” sambung Ratna. “Ratna! Apa urusan mereka? Perlu tahu segala hal tentang kita?! Apa peduli mereka kalau perut kita kosong? Apa peduli mereka kalau kamu putus sekolah?!” jawabku setengah membentak Ratna, adik semata wayangku, “udahlah, cepat berangkat sekolah sana..” Ratna terdiam. Ada tetesan bening dimata yang mulai turun menuju pipi putuhnya.

Maafkan kakakmu, tak seharusnya kau menanggung malu seperti ini. Sekolah dan hidupmu harus berlanjut. Abaikan siapa aku.
***

“Dek, ini berapa harganya?”

“Lima ribu aja bu”

“Duh mahalnya, tiga ribu aja ya,, kan kamu banyak duit, tuh masukannya tiap malam lancer dari pejabat-pejabat kali ya, hehehe, atau mangkal dimana biasanya nih, hehehe..” celoteh seorang pembeli sambil menyindir halus.

Setiap hari aku semakin heran dengan banyak sekali orang yang menyindirku, semakin aku tak menghiraukan, sayup-sayup aku tahu mereka semakin sering membicarakan tentanggku. Bercerita tentang kakak si Ratna yang sering pergi sore pulang malam atau pagi. Namum mereka lupa menyisipkan rasa prihatin terhadap beras dirumahku yang habis, tunggakan listrik yang hampir dua bulan lebih, dan yang terpenting adalah biaya pedidikan Ratna setiap bulan.

Padahal beberapa pemuda disini banyak sekali yang tak memiliki pekerjaan, sering berurusan dengan polisi, dan mereka juga sering pulang malam, pagi, bahkan tak pulang berhari-hari entah kemana. Lantas mengapa hanya aku, padahal aku berkerja, mencari nafkah untuk hidup kami, tak pernah perkerjaanku ini mengusik mereka, tapi mengapa mereka sering membicarakan aku, tanpa izin dariku menambah-nambah pernak-pernik negative tentangku.

Aku pernah mendengar disuatu surau bahwa dosa para pengumpat lebih besar dari pada penzina, karna pengumpat menyangkut karakter diri orang lain dan pembicaraannya bisa menyebar hingga pelosok pelosok kampung, dan tanpa fakta itu fitnah, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.

Mereka telah mengahancurkan bukan hanya karakterku, namun juga adikku, membuat adikku malu untuk sekedar menganggakat wajah dihadapan mereka, apalagi bergaul. Semua hanya karena ku sering keluar sore, pulang malam atau pagi. Hanya karena aku sering bergulat dengan pekerjaanku hingga pagi datang.

Aku memang bekerja ditempat kotor, tempat ini memang tak bersih. Sampah-sampah ini memang sangat menjijikkan. Tapi ini halal!. Menjadi pengais sampah tak pernah dilarang agama. Aku tak mungkin bekerja dipagi hari. Karena jatahku malam, sampah-sampah ini harus diolah pada malam hari dan pagi sampai siang aku harus berjualan.
Meskipun tempat aku bekerja didominasi oleh laki-laki, tapi salahkah aku? Aku juga punya kaki dan tangan yang sama jumlahnya. Tak masalah bagiku, asalkan halal.

Terlalu banyak didunia ini manusia yang merasa lebih tahu bagaimana seharusnya orang lain hidup, namun sayang tak jarang ia lupa bagaimana cara seharunya menjalani hidupnya sendiri. Tuhan menjadi saksi, aku masih suci.

00.45

*My little quote*

Tahun ajaran baru, anak-anak sekolah pasti membawa buku baru. Buku tulis yang masih bersih, belum ada tulisan apa-apa. Masih putih polos.

Sebuah buku tulis dapat diibaratkan dengan kehidupan kita. Sampul depan adalah hari lahir kita. Sampul belakang adalah hari kematian kita. Lembaran-lembaran dalam buku tulis adalah hari-hari yang kita jalani dalam hidup.

Lembaran putihu polos itu bisa saja kita corat-coret dengan pensil aneka warna. Bisa kita isi tulisan rapi. Demikian pun dengan hidup kita. Suatu hari bisa saja kita isi dengan umpatan, cacian dan perbuatan buruk lainnya. Suatu hari bisa juga kita isi dengan hal-hal yang baik.

Bagi yang telah mengisi dengan hal-hal tidak baik, dan ingin memperbaikinya tak perlu risau jika tak bisa. Di halaman selanjutnya masih ada lembar putih polos yang dapat kita isi tulisan rapi dan bermanfaat. Jika hari ini anda berbuat tidak baik dan ingin memperbaikinya, jangan khawatir. Esok masih ada hari baru yang dapat kita isi dengan hal-hal yang baik.

Bagi yang telah mengisi dengan hal-hal baik, janganlah berbangga hati dulu. Masih banyak lembaran-lembaran putih dibelakang. Teruslah berusaha untuk mengisinya dengan tulisan rapi dan bermanfaat. Jangan tergoda untuk mencorat-coret sembarangan, mengotorinya, apalagi merobek-robeknya. Jika hari ini anda berbuat baik, janganlah lantas ada perasaan sombong dan memandang rendah orang lain. Teruslah istiqomah untuk tetap berbuat baik. Jika ada godaan untuk berbuat tidak baik, segera tepiskanlah.

Selagi belum sampai sampul belakang

Teruslah berusaha menulis yang baik

Selagi ajal belum datang

teruslah berusaha menebar kebaikan