04.13

Harapan Yang Tak “Paleeh”

Potensi kepemimpinan itu memang dimiliki oleh setiap orang, namun untuk menjadi seorang pimpinan yang baik itu tak mudah. Begitulah yang terjadi hari ini dinegri kita, dimasa-masa krisis ini sulit sekali menemukan sosok pemimpin yang sempurna. Namun menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa hari ini semua orang berlomba-lomba menjadi pemimpin orang lain, padahal memipin diri sendiri saja tak mampu, baiklah, seandainya kita katakana bahwa itu merupakan cara mereka belajar unruk sempurna, mereka berani mengambil resiko dicaci disaat kinerja mereka buruk, mereka berani disaat kesalahan yang mereka lakukan meskipun kecil tapiu menjadi bulan-bulanan semua orang. Tapi terlepas dari itu semua kita tak pernah tahu apa tujuan mereka sebenarnya, namakah? Popularitaskah? Kepeduliankah? Atau malah materil untuk kepentingan pribadi dan kelompok?. Terserah tujuan mereka, yang jelas hari ini kita bisa melihat orang-orang mulai sibuk dengan agenda kepemimpinan, baik itu menyiapkan diri sendiri menjadi pemimpin, maupun menyiapkan orang lain, tim sukseslah istilahnya.



Teringat beberapa hari yang lalu disaat kami berjumpa dengan tokoh-tokoh masyarakat di beberapa daerah yang memiliki sumberdaya alam yang tidak sedikit, namun nyaris tidak berefek apa-apa pada perekonomian masyarakatnya, tak jauh beda keadaan perekonomian dimasa konflik dengan masa setelah MoU Helsinki untuk Aceh. Mereka ini adalah tokoh masyarakat yang sangat dekat keberadaan dengan masyarakat, mereka diangkat langsung oleh masyarakatnya untuk menjadi pengatur sekaligus pemimpin, namun mereka bukan pemimpin besar dengan gaji yang cukup untuk anak dan istri mereka, bahkan jerih payah mereka dibayar nyaris dibawah upah buruh perhari, mereka tak menuntut banyak, padahal dimasa-masa konflik dulu merekalah orang yang paling dicari, bahkan terhadap keberadaan seorang separatis didesa yang masuk tanpa sepengetahuan mereka, namun yang menjadi bulan-bulanan adalah mereka, dengan tuduhan yang andaikata langit bisa langsung bersaksi tentang kejujuran maka detik itu pula petir menyambar penuduh.



Sebenarnya merekalah pemimpin yang luar biasa, mereka adalah tokoh yang dipercaya tanpa janji manis, bahkan ada yang sampai 20 tahun menjadi tokoh kepercayaan, tempat mengadu meski mereka tak tahu lagi harus mengadu kemana setelahnya kecuali pada Tuhan. Mereka bukan pemimpin besar namun segala persoalan pada masyarakat merekalah yang lebih banyak tahu dari pada orang-orang yang selalu berorasi mengelu-elukan diri bahwa dia pemimpin besar yang paling bijak dan perhatian , apalagi persoalan pada masyarakat level rendah.



Bermimpi menjadi pemimpin besar itu memang hak setiap individu, tapi jangan lupa banyak sekali catatan penting yang harus selalu diingat oleh siapapun yang akan menjadi pemimpin. Khususnya di Aceh, berikut ini ada kutipan dari beberapa tokoh masyarakat yang ada dibeberapa desa yang sedikit terpencil di Aceh beberapa waktu yang lalu. Menurut mereka perhatian pemerintah hari ini hanyalah janji manis saja, sebagai tokoh kepercayaan masyarakat didesanya, banyak janji manis dari pemerintah yang ditawarkan kepadanya dalam hal apapun, namun sampai detik ini janji itu tak kunjung jua terealisasikan, tak salah jika mereka berkata “meunjoe tan tamita keudroe sapue koen”. Apalagi menanggapi persoalah yang sedang dibicarakan saat ini terkait permasalahan siapa yang layak menjadi pemimpin kali ini kedepan “terserah soe yang ji’ek, ata cit peukateun tetap lagei soet. Bandum cit peutaba mameh, watei ka tijoh ie babah teuh, ka dihieng”.



Disaat disinggung persoalan perekonomian masyarakat setelah MoU ini mereka menjawab “ walaupun konflik di Aceh sudah reda, tapi perekonomian kami terkadang malah semakin merosot; bahkan sang hie dalam ta mita raseki leubeh goet dan leu berkah lam masa konflik, dan urueng hana troe sidroe mantoeng lagei jinoe, peng meutumpok bak sidroe urueng mantoeng, berjeh pen siribe jeut tabloe dum pue, jinoe sapue tan seip lei”. Harusnya pemerintah bisa mengatur ini semua lebih bijak.



Ketika ditanya apa harapan mereka terhadapa pemimpin kedepan “seumoga bek sampe urueng yang ek tring yu ek bak u, siapa saja boleh, asal mampu”. Tokoh yang lain menambahkan “ kita ingin dipimpin oleh orang yang berwawasan luas, dalam hal apapun, dan mampu membawa Aceh ini sebagai kiblat peradaban, bek sabe payah ta meu kiblat u jawa sabe…….”



“..harus djih bek bri uengot keu kamoe, tapi kawe, buka lapangan kerja, jangan hanya member modal usaha apalagi tanpa kontrol,nrentan dengan korupsi, ini jelas mendidik rakyat untuk jadi pemalas, fakta ini..! fakta…” harapan tokoh masyarakat didesa lain ketika ditanya keadaan ekonomi masyarakat setelah perdamaian.



“kamoe njoe asai cit urueng bangai, tapi buet hek, maunya ajaklah kami sekali waktu berdiskusi dengan mereka pemegang simpul terkuat, biar lebih tahu apa yang yang sebenarnya terjadi dimasyarakat level bawah ini….” Sambut yang lain disaat mendengar kata pemilukada menanti didepan mata.



Setelah perdamaian ternyata kesejahteraan hanya ilusi, harusnya bek sare jak cilet mameh bak rhueng, hana jeut kamoe lieh. Manyoritas rakyat semakin gerah dengan keadaan yang han glah-glah, leuh bak meuruwa meusangkot gaki lom lam trieng, leuh glah bacut kameuchop jaroe lomgen duro.



Lantas bagaimana sebenarnya perasaan mereka yang sedang sibuk bergeriliya mencari dukungan untuk mencapai puncak, bahkan tak jarang sikut menyikut, keu’ih wie, keu’ih uneun, berlomba-lomba mengumpulkan KTP, berlomba-lomba meukat ubat rata sagoe, padahal tak jarang ubat yang dijual hanya ramuan asal jadi. Pencitraan sana-sini.



Mulai sekarang sebenarnya kita bisa melihat siapa ceurape itu sebenarnya, dan sebuah pertanyaan besar lagi, apakah ada sosok yang akan benar-benar tulis ingin mensejahterakan rakyat, bukan hanya memperturut kepentingan golongan apalagi pribadi.



Seorang filsuf dari Tiongkok yang hidup dua ribu empat ratus tahun yang lampau pernah berkata: “Suatu bangsa akan berada di dalam keadaan sejahtera bila tiga syarat terpenuhi. Syarat yang pertama bila bangsa tersebut memiliki system keamanan yang kuat. Kedua bila ekonomi negara tersebut dalam keadaan yang lancar. Ketiga bila pemimpin negara dapat diandalkan oleh rakyatnya”.



Tentunya kita semua berharap jangan sampai (lagi) terpilih orang-orang “paleeh”. Karena paleeh itu adalah virus yang sangat bahaya, banyangkan saja paleeh tanoh cot teungoeh kurueng asoe, paleh inoeng teumanjoeng watei lakoe woe, paleh agam sipak kuah piuleh aso, paleeh rakyat ji meupat rata sagoe, paleh raja djitop geulinyoeng wate ta krip. Hasilnya adalah hancur disemua sudut.