00.45

*My little quote*

Tahun ajaran baru, anak-anak sekolah pasti membawa buku baru. Buku tulis yang masih bersih, belum ada tulisan apa-apa. Masih putih polos.

Sebuah buku tulis dapat diibaratkan dengan kehidupan kita. Sampul depan adalah hari lahir kita. Sampul belakang adalah hari kematian kita. Lembaran-lembaran dalam buku tulis adalah hari-hari yang kita jalani dalam hidup.

Lembaran putihu polos itu bisa saja kita corat-coret dengan pensil aneka warna. Bisa kita isi tulisan rapi. Demikian pun dengan hidup kita. Suatu hari bisa saja kita isi dengan umpatan, cacian dan perbuatan buruk lainnya. Suatu hari bisa juga kita isi dengan hal-hal yang baik.

Bagi yang telah mengisi dengan hal-hal tidak baik, dan ingin memperbaikinya tak perlu risau jika tak bisa. Di halaman selanjutnya masih ada lembar putih polos yang dapat kita isi tulisan rapi dan bermanfaat. Jika hari ini anda berbuat tidak baik dan ingin memperbaikinya, jangan khawatir. Esok masih ada hari baru yang dapat kita isi dengan hal-hal yang baik.

Bagi yang telah mengisi dengan hal-hal baik, janganlah berbangga hati dulu. Masih banyak lembaran-lembaran putih dibelakang. Teruslah berusaha untuk mengisinya dengan tulisan rapi dan bermanfaat. Jangan tergoda untuk mencorat-coret sembarangan, mengotorinya, apalagi merobek-robeknya. Jika hari ini anda berbuat baik, janganlah lantas ada perasaan sombong dan memandang rendah orang lain. Teruslah istiqomah untuk tetap berbuat baik. Jika ada godaan untuk berbuat tidak baik, segera tepiskanlah.

Selagi belum sampai sampul belakang

Teruslah berusaha menulis yang baik

Selagi ajal belum datang

teruslah berusaha menebar kebaikan

01.03

Saya Benci (dikatakan) Aktivis Gender

Jika saat ini banyak sekali gerakan-gerakan seperti organisasi-organisasi kampus, non-kampus, serta organisasi masyarakat sipil lainnya, namun masih belum terlihat relasi dengan perubahan di local, nasional dan bahkan internasional. Mengintip pada kolom oraganisasi yang ada di Aceh, yang semakin lama semakin menjamur, namun sayangnya permasalahan di masyarakat tetap belum terbaca dari perspektif lingkungan, demokrasi, HAM dan gender. Serta kondisi masyarakat dirasakan semakin dalam ketertindasan.

Terlebih lagi disaat mengigat sedikit kisah masa lalu tentang pembunuhan-pembunuhan misterius, penangkapan se-enak perutnya oleh serdadu dan penyiksaan sebagai kesuka-riaan di kamp-kamp militer yang dimulai akhir 1980-an. Perampasan tanah rakyat oleh cukong yang dibeking brimob di Kuala Batee. Represi dan penyiksaan pemilih pasca pencoblosan di waktu pemilu 1987 dan 1992 di seluruh Aceh. Tentunya masih banyak lagi daftarnya, belum dibaca dari perspektif HAM dan demokrasi. Organisasi masyarakat sipil yang memiliki afiliasi ke partai politik masih melihat (seandainya mereka mengetahuinya) hal itu sebagai kenormalan hidup bernegara di Aceh.

Melihat fonomena seperti ini, hati siapa yang tak tergerak demi sebuah perubahan, meskipun kecil namun namun hanya bergantung pada satu kepentingan: Lillahita’ala. Namun, sangat disayangkan disaat sedikit saja mulut ini terkuak, sedikit demi sedikit angin berhembus mengibas sekaligus mengiris hati. Saat dikatakan “ini dia ni aktivis gender’, padahal “apa pasaiii????”.

Saya tak suka jika dikatakan saya adalah “aktivis gender” atau “aktivis feminism” atau aktivis lainnya yang mengarah pada persoalan perempuan saja, yang seolah-olah aktivis penentang kodrat, setidaknya begitulah citra yang terbentuk dikebayakan orang, karena, diakui atau tidak, kebanyakan orang memiliki pola pikir yang tergiring terun temurun, yang terbentuk dari dari lingkungan, dan yang terkhusus keluarga.

Jika dikaji dari kacamata lingkungan, terdapatlah adat, yang terbentuk dari tingkah laku keseharian warga yang kemudian kewajaran atau tidaknya menjelma menjadi takaran nilai, moral. Adat ini menjadi hukum social yang sangat unic, karena walaupun tak tertulis, adat ini menjadi ikatan yang sangat kuat, yang mengikat nilai-nilai kewajaran dalam lingkup social kemasyarakatan, sehingga tak jarang keluarga, yang merupakan unsure social terkecil, sangat kuat memegang hukum adat ini, yang kemudian secara turun temurun dipelihara dan ditanamkan pada pola pikir anggota keluarga, hal ini terus dilakukan agar tidak terjadinya suatu penyimpangan adat yang dapat mengakibatkan sanksi-sanksi social dalam masyarakat. Oleh karena itu terbentuklah sebuah pola pikir yang sama terhadap sebuah kenyataan, tak tekecuali pandangan tentang permasalahan perempuan.

Ketidak sukaan saya ini bukan disebabkan karena sebuah ketakutan terhadap sanksi social yang nantinya saya dapat jika saya mendapat julukan “aktivis gender” atau yang sejenisnya. Namun, saya sangat tidak setuju adanya pengelompokann-pengelompokan aktivis berdasarkan unsure kelamin. Karena memang dalam persoalan aktivis yang selalu berkaitan dengan perjuangan tidak pernah dikhususkan berjuang untuk perempuan ataupun laki-laki saja, ini menyangkut tentang perjuangan hak kemanusian yang diberikan Tuhan kepada semua insane yang ada dimuka bumi ini, namun karena ada sisi buruk dari sifatnya manusia hak-hak tersebut sering dilecehkan, demi kepentingan golongan bakhan pribadi. Padahal jelas dalam titah Tuhan mengatakan bahwa tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecuali ketakwaan mereka.

Ketika saya banyak berbicara tentang hak-hak manusia, khususnya perempuan, itu artinya saya tidak menuntut perempuan untuk menjadi laki-laki, memiliki hak yang sama dari segala segi. Karena memang walaupun Tuhan telah mengatakan hak setiap manusia adalah sama, Ia juga telah membagi isi alam ini dengan bagian-bagian yang sangat sempurna, tentunya dengan keteraturan yang sangat indah. Aturan-aturan itu semua bertujuaan untuk kesejahteraan manusia itu sendiri dengan bagian-bagian tersendiri yang setiap bagian itu membutuhkan bagian yang lain untuk mencapai kesempurnaan.

Didalam agama sendiri tak pernah ada dalil yang turun dispesialkan kepada laki-laki atau pun perempuan, semua memiliki kedudukan yang sama.
Saat kita masih berada dalam tempurung besinya, haruskah kita hanya bergulat dalam diskusi menyudukkan kaum-kaum tertentu? Padahal semua memiliki keistimewaan masing-masing, dan berikut juga kelemahannya.

Dalam permainan catur saja, ratu adalah kunci segalanya, dia biasa bergerak bebas kekiri, kekanan, kedepan, dan kebelakang, tak ada benteng yang bisa menghalang langkahnya, bahkan dengan keahliannya, poncongpun yang biasanya bergerak miring tak bisa menyingkirkannya. Terkadang apalah artinya raja, meskipun ia memiliki kekuasaan yang luar biasa, namun geraknya selalu tebatas, tak ingin meremehakan sih, namun kenyataan berkata bahwa raja hanya mampu menyiapkan pion-pion sebagai tumbal agar ia tidah tersingkirkan. Raja harus selalu dilindungi, dan langkah perlindungan ini pun tidaklah gratis, banyak sekali prajurit-prajurit penting lainnya yang harus jadi tumbal.

Namun, sering sekali keahlian ratu diremehkan, diabaikan, bahwa dengan segala system patriaki atau dengan kata lain laki-laki adalah segalanya, setiap pertarungan ratu tak dilibatkan, namun prajurit-prajurit laki-laki dahulu yang dipaksa menjadi tumbal, entah dimana rasa prikemanusiaan itu, sering sekali ratu harus memaksa dirinya bergerak tanpa izin untuk melindungi rakyatnya yang telah dibantai, bergerak tanpa izin bukanlah hal yang mudah, meskipun niat bersih yang disandang.

Pengorbanan sering tak berarti, disaat kesombongan merajai sanubari, disaat kebiasaan menguasai tubuh, padaha belum tentu apa yang sudah menjadi kebiasaan itu adalah suatu kebenaran, sering sekali kebaikan terinjak disaat perasaan dikedepankan, padahal kita memiliki otak yang berisi akal yang Tuhan perintahkan untuk berfikir menimang-nimang mana yang baik mana yang tak baik.

Pengaruh alam bawah sadar memang sangat luar biasa, ia selalu tak rela kita keluar dari jalur kebiasaa, bahkan untuk kebaikan sekalipun, dan alam bawah sadarmu juga yang telah membuat kakiku terPASUNG……………………………………….

Jika hanya perempuan terlahir hanya untuk mrnjadi seorang ibu, maka begitu kejamnya Tuhan, dalam dunia yang luas ini, Tuhan hanya sedikit memberika ruang pada makhluk jenis tertentu, sangat menyedihkan sekali pandangan seperti ini. Padahal dalam konteks keislaman, islam memandang posisi perempuan sebagai posisi yang paliag penting dalam rumah tangga dan masyarakat sebagai upaya pembentukan generasi islam,Rasulullah SAW,menempatkan posisi ibu yang utama bagi anak-anaknya ,sebagaimana sabdanya yang artinya:

“Abu Huraira berkata:Datanglah seseorang kepada Nabi SAW. Dan bertanya :siapakah yang berhak akan layani dengan sebaik-baiknya? Jawab Nabi SAW :Ibumu. Kemudian siapa /jawab Nabi :Ibumu .Kemudian siapa ? Jawab Nabi :Ibu mu .Lalu siapa lagi ? Jawbab Nabi :Ayahmu.”(Muttafaakun”alaihi).
Seorang ahli pendidikan,Abdullah Nashih Ulwan mengungkapkan,ibu merupakan sekolah. Barang siapa menyiapkannya, ia telah menyiapkan bangsa yang berbibit dan berakar kokoh. Maksudnya bahwa seorang ibu merupakan pendidikan yang mempunyai posisi penting dalam keluarga, terutama sekali kalau dilihat pada saat proses anak berada dalam kandunagan ibu selama Sembilan bulan dan proses menyusui anak setelah melahirkan, mengindikasi bahwa masa awal kehidupan anak di dunia, punya kedekatan yang kuat pada sosok ib. Zakiyah Daradjat dalam bukunya“Kesehatan Mental dalam Keluarga”mengatakan sebagai berikut :

Karena orang yang dikenal pertama anak adalah ibunya.Dan ibu itulah yang memberikan pengalaman pertama kepada si anak, apakah pengalaman dilihat didengar atau dilihat ,di dengar atau dirasakannya pada tahun-tahun pertama dari umurnya akan merupakan unsur penting dalam membina kepribadiannya.Jika pengalaman tersebut menyenangkan dan baik pertumbuhan anak, maka unsur positif dan baiklah yang akan memenuhipribadi anak yang tumbuh. Tetapi jika pengalaman tidak menyenangkan dan tidak baik yang dirasakan anak dari ibunya waktu ia kecil, maka unsur negativ dan kurang baiklah yang akan mewarnai pribadi anak yang tumbuh itu dan begitu juga yang terjadi pada lingkungannya.

Untuk mendapatkan generasa yang handal, maka dimulai dari pendidiknya haruslah seorang yang handal pula.Jadi seorang ibu yang handal, haruslah membekali diri dengan keteguhan iman dan berilahmu pengetahuan yang tinggi. Karena di zaman sekarang ini begitu banyak tantangan dan pengaruh-pengaruh yang dihadapi seorang anak.Oleh karena itu, ibu harus memulai dangan mengajarkan anak-anaknya tentang dasar-dasar keimanann dari sejak kecil untuk membantu mereka menjadi manusia yang saleh, kuat imannya dan memiliki pemahaman yang benar tentang agama dan menjadi anggota umat islam yang menyaruh kebaikan dan mencegah ke mungkaran.

Dari sini dapat kita lihat betapa islam sangat menghargai perempuan dan saya tidak pernah memaksa diri untuk keluar dari jalur "keperempuanan saya" namun saya sangat menyadari bahwa peran yang dibangun bersama-sama sangatlah penting,artinya banyak peran yang dibutuhkan dalam perubahan moral. Kemampuaanya juga tak bisa diragukan dalam mendidik dan niatnya juga tanpa kepentingan buruk, jadi salahkah dia jika dia untuk belajar, menelusuri lebih dalam semua jejak yang ada disemesta ini, dan selalu mencoba untuk ada dan bersama-sama membangun bangsa ini, apalagi disaat keadaan yang serba huru hara ini.