06.26

Cut Nyak Meutia Today

Perlak, 1870. Ini tahun kelahirannya.
Terlalu subyektif jika sampai hari ini kita menvonis bahwa perempuan harus selalu berada digaris belakang, harus selalu dilindungi dari berbagai macam keganasan. Padahal seharusnya kewajiban melindungi adalah keharusan semua insan terhadap insan lainnya tanpa harus memandang jenis kelamin apa yang dia miliki demi terwujudnya perdamaian hakiki.
Ada sebuah fakta sejarah di Seramoe Mekkah ada seorang ‘srikandi’ yang tak pernah bersedia dihina, apalagi dilecehkan demi bangsa dan agama dia rela menerjang peluru. Perjalanan hidup yang merupakan unsur sadar dan tidak sadar dalam diri setiap manusia tentunya perlahan akan membentuk karakter setiap orang. Begitulah yang terjadi pada diri ‘srikandi’ yang satu ini. Suasana perang dan kekerasan pada masa kelahirannya dan setiap liku pertumbuhan serta perkembangannya telah sangat mempengaruhi kehidupannya.
Srikandi ini tidak pernah mau tunduk terhadap colonial, oleh sebab itu ia dan suaminya berjuang mati-matian dengan menciptakan berbagai taktik untuk menghantam gaphe-gaphe Belanda pada saat itu. Meskipun tanpa senjata lengkap namun semangat jihad fisabilillah telah membutakan hati mereka untuk tidak hidup belama-lama dalam keterhinaan.
Hidup dengan penuh tekanan dan penyiksaan tak pernah sedikitpun membuat peluh rasa menyerah menetes dibenak mereka, walau hingga akhirnya ia harus kehilangan suami tercintanya yang terjebak dalam perangkap hingga akhirnya ditembaki oleh para kolonila. Ia tetap tegar dan terus berjuang dengan seorang yang pernah ditunjuk oleh suaminya untuk menggantikannya ketika ia harus pergi terlebih dahulu. Perjuangan merekapun semakin mendapat tekanan yang sangat parah. Hingga akhirnya dalam sebuah pertempuran di Paya Ciecem, suami keduanya pun meninggal. Dalam pertempuran ini banyak masyarakat yang putus asa dan akhirnya menyerahkan diri, tapi ‘srikandi’ ini tidak pernah putus asa apalagi menyerahkan diri. Demi bangsa dan agama ia tetap terus berusaha meloloskan diri berserta seorang bayi laki-lakinya.
Dialah ‘srikandi’ anggun dari Perlak, Cut Nyak Meutia. Keteguhan hati dan kepintarannya menciptakan taktik perang selalu membuat para kolonial gerah. Sampai akhirnya ia pun dikepung dan tanpa rasa prikemanusiaan perempuan ini ditembaki beramai-ramai oleh kolonial, akhirnya berbutir-butir peluru bersarang ditubuhnya. Srikandi penerjang peluru.
Cut Nyak Meutia adalah representasi dari perempuan-perempuan Aceh yang heroik dan tangguh mempertahankan martabat agama dan bangsa. Tidak pernal mengenal ketidakberdayaan, karna darah mereka adalah perpaduan kejayaan dan kebebasan untuk hidup.
Sudah jelas pada dasarnya identitas perempuan Aceh yakni perempuan yang anggun, tegar, kuat, dan tidak cengeng. Maka sudah sudah sepatutnyalah ‘srikandi-srikandi’ sekarang sadar siapa mereka sebenarnya.
Mengenang Cut Nyak Meutia sebenarnya bukan hanya menbayangkan romantika perperangan fisik antara perempuan Aceh dan kolonial, namun juga perjuangan mempertahankan cinta sucinya dengan Teuku Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Teuku Cik Tunoeng. Ini merupakan bukti bahwa perempuan Aceh sudah dari dulu merupakan sosok yang bebas menentukan hidupnya. Awalnya memang Cut Nyak ini sejak kecil sudah dijodohkan oleh orang tuannya, tapi akhirnya ia lebih memilih Teuku Muhammad, pemuda yang dicintainya, untuk menjadi pendamping hidupnya.
Perjuangannya demi bangsa dan agama serta ketenguhan terhadap cintanya ini pun tidak pernah luput dari cobaan, karena pernikahan pertamanya ini tidak bertahan lama dan begitu juga dengan pernikahan keduanya. Tapi ia tidak pernah pasrah begitu saja terhadap takdir. Karna dia sadar bahwa kualitas kesabaran seseorang itu tergantung bangaimana ia berusaha melawan takdir menuju martabat yang lebih baik.
Pertanyaannya hari ini adalah akankah ada duplikat Cut Nyak hari ini?
Sepanjang perjalanan hidupnya dihabiskan untuk belajar, mengaji, dan berjuang demi terangkatnya martabat keimanan. Menikah dengan ridha Allah, berjuang dengan jiwa seorang ibu yang tak pernah gentar melawan si “mata biru” meski darah birunya bertabur peluru. Serta tak pernah rela dilecehka oleh kafir laknatillah. Mungkin sangat ironis dengan keadaan sekarang banyak ‘srikandi’ yang berlomba-lomba meperlecehkan dirinya dengan perbuatan-perbuatan yang jauh dari norma-norma agama dan budaya.
Memang sampai kapanpun sejarah tidak akan berulang sama seperti yang pernah terjadi. Namun impossible is nothing, disaat kita berani bermimpi. Karna tolak ukur kapasitas kita adalah disaat ada keberanian untuk bermimpi dan berusaha mewujudkan kembali gemilang masa lalu ini, dan semua ini bukan hanya menjadi hal yang utopis disaat para ‘srikandi’ sadar bahwa dunia menanti perannya.
Apa yang terjadi pada hari ini memang merupakan sebuah fonomena bahwa bukan saatnya lagi srikandi-srikandi Aceh bersembunyi dibalik tempurung, karna sejarah indatu telah mengukir anggun tentang sosok Cut Nyak Meutia dan ‘srikandi’ lainnya yang tak pernah apatis terhadap keadaan sekitarnya.
Bukan suatu hal yang mustahil sosok cut Nyak Meutia kembali hadir dizaman modern dan kontemporer saat ini, asalkan ada kemauan yang besar pada para perempuan hari ini dan esok untuk terus berusaha meningkatkan SDM, salah satunya dalam hal penyetaraan ilmu pengertahuan. Mengingat saat ini tidak ada lagi batasan-batasan untuk menikmati ilmu pengetahuan, semua orang berkesempatan dan berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Namun tetap dalam dalam tutunan yang layak dan wajar dalam rentetan yang normative, artinya tidak melawan etika-etika relegius dan kodrati.
Oleh karena itu suatu keharusan kesempatan untuk berkembang atau istilahya mengejar karier bagi perempuan tidak terbentur dengan nilai-nliai persamaan prinsip (tingkat status) dengan laki-laki. Harus ada kontrol yang sesuai dengan aturan agama agar tidak ada kebablasan sikap yang seolah perempuan bisa hidup tanpa laki-laki. Istilah ‘gender’ pada hari ini terkadang menjadi sumber wacana yang tak jarang menjadi sumber malapetaka hingga tersulut bara api bagi perempuan untuk mendapatkan sebuah target yang tak pantas, seperti kenyataan pada hari ini ada pos-pos yang tidak mungkin dicapai oleh perempuan.
Tapi semua ini tetap tidak akan pernah menutup ladang kemungkinan bagi perempuan untuk menabur spirit kemajuan dan mendukung perkembangan bangsa seperti Cut Nyak Meutia yang memiliki andil besar untuk membangun peradabaan dan tak pernah sedetikpun membiarkan martabatnya dilecehkan oleh siapapun. Sudah saatnya para perempuan hari ini berfikir bahwa dia ada dan sadar bahwa dunia menanti kehadiran peran dan ketegarannya. Wallahu’alam…

0 komentar: