05.56

Ada Titipan “Miniatur Nuh” Diatas Rumahku

(Refleksi Tsunami, 26 Desember 2004, Antara azab dan ujian, diangkat dari kesaksian pemilik rumah dibawah boat, Lampulo)

Ingatkah kau kawan? Tentang romantika berabad-abad silam, ada cinta disana, ada luka disana, ada lara disana. Saat bahtera akan berlayar, ada cinta terpaksa dipangkas. Aku rasa, bukan karna terlalu panjang, namun karna Tuhan tak ridha.
“Selamat tinggal sayang. Aku tetap harus berlayar tanpa kalian” kata Nuh penuh derai air mata“Kering sudah air dimulutku mengiba, kini terpaksa ku harus ikhlaskan, air dari Tuhanku menjemputmu sayang, kalaupun aku harus menangis, aku berharap tetesan –tetesan ini tak akan menambah arus gelombang yang akan menyelimuti malam dan hari terakhir kalian, istriku, anakku. Terlambat sudah” rintih Nuh.
Terpaksa Nuh mengiba, dan mengadu pada Tuhannya “Ya… Tuhanku, Dan sesungguhnya setiap kali menyeru mereka untuk beriman agar Engkau mengampunin mereka, namun mereka memasukkan anak jari mereka ketelinganya, dan menutup bajunya ke wajah mereka dan tetap mengingkari dan menyombongkan diri. (Q.S Nuh :7)”
“Tuhanku,, berbagai cara telah ku lakukan, tapi mereka tetap tak mau membuka sedikit mata hati mereka, terhadap Engkau yang menciptakan langit yang berlapis-lapis, lalu menurunkan hujan yang tak hanya dari langitpun Engkau mampu. Mereka lupa duhai Tuhanku, tak cukup titah penghambaan dariku pada mereka untuk-Mu,, kalam-Mu tak cukup untuk mereka sadar, Engkaulah yang harus disembah…!! Mereka sepertinya butuh azab-mu”
“ Selalu aku berkata agar mereka memohon ampun pada Tuhan-mu, sungguh, Dia Maha Pengampun, jika tidak niscaya Dia akan menurunkan hujan lebat dari langit kepadamu,(Q. S. Nuh 10-11)”
“ Ya Tuhan-ku, sesungguhnya mereka durhaka kepadaku.(Q.S . Nuh:21)”
Bahtera itu pun akhirnya berlayar, berhari-hari, berminggu-minggu. Lihatlah kawan, apa ini?! Saudaraku, Lihatlah!
***
Minggu 26 desember 2004, telah menjadi hari yang sangat bersejarah bagi masyrakat dunia, khususnya di Aceh, dan tak terkecuali Abasiah atau sering dipanggil Buk Abes. Tak pernah ia bayangkan akan datang gempa berkekuatan 8,9 skala richter. Gempa yang membuatnya tak bisa berdiri apalagi berjalan. Namun saat itu ia sedang tidak berada dirumah namun dikawasan Lamdingin, sontak ia langsung teringat anaknya, tak ada hal lain kecuali anak-anaknya.
“Saya langsung teringat anak-anak saya, namun saya teringat kata-kata ustadz bahwa ini pasti bukan kiamat, karena jika kiamat terjadi seorang ibu yang sedang mengandung sekalipun tak mungkin lagi teringat anak-anaknya. Namun saya masih memikirkan anak-anak saya, apalagi suami saya sedang berada diluar kota. Sayapun langsung pulang kerumah” Ungkap bu Abes. Tak berselang lama dari kejadian gempa seorang warga berteriak air laut naik, tanpa pikir panjang Bu Abes menarik anaknya (Agin, Ghazi, Yanti-anak angkat-, Thoriq, dan Zafla) untuk naik kelantai dua, air laut terus naik.
Tampak dari jendela boat-boat ikan mendekat kearah rumahnya setelah ditarik mudur kebelakang lalu dilepas lagi. “Saya jadi teringat kisah Nabi Nuh yang diceritakan almarhum ayah saya dulu, Hasbunallah wanikmal wakil pun tak pernah henti-hentinya saya ucapkan” tegas Bu Abes. Dan tak lama kemudian sebuah boat besar menabrak rumah Bu Abes, dan ada beberapa warga yang juga naik kelantai dua tersebut, mereka langsung naik keatas boat tersebuah dengan tangga yang datangnya entah dari arah mana.
Boat tersebut tak lagi bergerak kemana-mana, menetap diatas rumah Bu Abes. “Sampai pukul 14.30 Wib akhirnya air mulai surut, tak terasa lagi ombang-ambing diatas boat seperti didalam blender, mungkin inilah peringatan Tuhan untuk kita” tambah Bu Abes, dan mengaku iabahwa ada 59 orang warga yang akhirnya selamat diatas boat tersebut, satu diantaranya adalah bayi Ibu Fauziah yang berusia enam bulan.
Ketika hendak turun bu Abes dan warga yang selamat diatas boat tersebut kembali tekejut dengan kehadiran tangga untuk memudahkan mereka turun. SUBHANALLAH. Begitu sampai dibawah, bu Abes melihat untuk terakhir kalinya rumahnya yang sudah “diduduki” oleh boat besar. Takut-takut air akan naik lagi dengan segera rombongan meninggalkan Lampulo, dalam genangan air zikirpun tak henti-hentinya terucap dibibir mereka, sambil melewati mayat-mayat dan rerutuhan bangunan gempa dan kayu-kayu yang dibawa air laut yang akhirnya diketahui itu adalah air tsunami.
***
Ini bukan sekedara kayu lapuk, tuha, bahkan kau kira tah berharga. Ini bukan sekedar pajangan yang kau tonton, bukan sekedar pajangan yang kau masukkan kedalam pigura-pigura perak. Tapi buka mata hatimu. Untuk sepersekian waktu saja beselancar kemasa lalu.. ini mungkin sepersekian dari bahtera Nuh masa silam!
Ini bahtera Nuh. Ini miniatur bahtera Nuh! Meski tak seutuhnya sama. Tapi kau harus tahu, Tuhan murka!
Ketamakan, keserakahan, kemunafikan, kebohongan, angkuh meraja dibumi Nya. Saban hari, saban waktu angkara semakin tajam menyibak taring! Tanpa belas kasihan. Tanpa malu. Terus bersetubuh bersama nurani
Saatnya menginjak! Saatnya memangkas! Seolah itu titah alam yang tertulis didinding-dinding jagat ini, kabur sudah nurani, kabur bersama kejayaan..
83 bulan berlalu.
Terhadap ikan-ikan yang menggelempar, terjemur tanpa tuan, dedaunan merenggang, pasir-pasir mengangga, dan mayat-mayat berhamburan dari berbagai penjuru, hingga lelah Izrail mencabut nyawa untuk setiap detik seribu nyawa, hingga tak sempat Izrail menata urut siapa pertama yang yang harus berada pada urut pertama kematian. Semua terlalu cepat, tapi kita tahu Izrail bukan malaikat bodoh
Dia tahu, lidah mana dalam setengah detik seribu nyawa yang masi basah dengan Asma-Nya.
Dia tahu, tuhan-tuhan apa yang kita sembah setiap waktu, dia tahu apa yang pantas untuk kita.
7 Tahun, tak cukup untuk kita mencari puing-puing nurani.
Diantara puing-puing tsunami yang saban hari mulai tertata lagi.
Atau memang air bah, lumpur belerang itu tak cukup untuk menjadi peringatan agar kita utuh merajut jala toleran tanpa anarkis, tanpa tiran-tiran.
Atau memang tangis di gubuk-gubuk tua itu adalah nyanyian untuk kita, agar semakin nyenyak terlelap dalam mimpi diatas bantal sutra bersulam emas sulaman cacing diperut mereka,, setiap hari, setiap waktu.
Haruskan kita tunggu, miniatur-miniatur Nuh lain tercipta untuk sebuah perubahan, untuk memberi sedikit makan cacing diperut mereka
Haruskan tsunami datang lagi, menghibur kita, agar ada goresan damai sehari diatas kertas(lagi)

Lampulo, 26 Desember 2011

20.10

School Bullying: Save Our Children, Save Our Generation



Written by: Maulidar Yusuf, SID 230919091



Although the red coals at the crease crossed your mind, if emotions are heating your scalp, not even the violence that you give to the helpless child, child abuse is often accompanied by emotional refuge in the name of educating the child discipline SAVE OUR CHILDREN (dr Widodo Judarwanto SpA).



From that quotations this journal will be started, as a prospective teacher I just realized how many problems in this world are concerned about the violence, including violence against children in the world of education. We know that no one wanted the violence to happen. Against anyone, including children.



According to Jack D. Douglas and Frances Chalut Waksler, the term force is used to describe the behavior, either openly (overt) or closed (covert), and whether they are attacking (offensive) and last (defensive), which accompanied the use of force to another person. Therefore one of the acts of violence that often occurs in the world of education is the act of school bullying. In the case of school bullying, violence is not only done by teachers, but also friends. Violence in children but never seemed to escape from everyday life-threatening child survival. Violence in children is mostly done precisely by the people closest to them, especially parents, caregivers, friends, and school teachers. An online survey of 299 people who made "Korando" states, A large respondents or 55.18% (165 people) said it is still often seen and experienced violence against children or teenagers who do parents and teachers. While 74 people, or approximately 24.75% said sometimes and 60 people or 20:07% said rarely



A summary of research on "Conditions and Triggers Violence in Education" written by Drs. Abd. Assegaf Rachman, M. Ag, is Lecturer IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rewritten by M. Khoirul Muqtafa. Supported by the Ministry of Religious Affairs in the framework of Competitive Research conducted by the Directorate of Islamic Higher Education, Ministry of Religious Affairs of Indonesia Year 2002. Stating that need to be reviewed in advance the state of education today, namely the internal conditions and external conditions. Internal conditions are internal factors which directly influence the behavior of the student / students and educators, including violent behavior. While external conditions is the condition of non-education which is an indirect factor for the onset of the potential for violence in education

About the violence I have some facts that occurred in a junior high school in Banda Aceh, a gym teacher who was too often punish students because it is not carrying gym clothes, often the teacher is using the hard object to punish students. The other case, an elementary school student who often get the scorn of his teacher who has a weakness in the exact subject, the violence is violence also gained an inner, a pressure in the form of words. Apart from teachers, bullying is also done by fellow students, such as seniority that occurs when the beginning of school, it can occur in the form of hazing or a play of competing groups, in large measure we can find examples of bullying in the fighting between students.



From the above facts could I conclude, there are many things behind the acts the violence against children. The first: frequent the violence against students who do not follow the rules, as usual any violation would get a penalty. However, a lot of penalties obtained outside of the ordinary, this is where the birth act of the violence Second: the imposition of generality ability of students, so the student can not capture the whole matter. Pupils forced to something that does not like or even beyond the limits of his ability, it is not rarely make fear, despair, mental castration. The third: students accustomed to the spectacle the violence, until they do the violence to vent their emotions.



Than there are two main factors of school bullying action, the first factor in the family and environmental education. Later in the education process in schools. Violence is often the case not only physically, but also sexual, psychological, and neglect. If the child is always in a the violence environment, there will be two possible characters are formed. The first character, his soul will try to practice the violence which he obtained, the result will often occur new violence. The second possibility of personal distress, mider, and confidence that allows children who are less desperate and did not develop. School bullying is clear that the action is very detrimental to childhood development This violence can not continue to occur. There are many steps that can be done by educators to address this violence.



First of all an educator must understand the meaning of bullying. This understanding is not just the literal meaning only, but the application, the awareness will happen if a clear understanding. This understanding must occur between the two sides. Teachers and parents, as the most important part in the educational process both these elements have to understand the meaning of bullying and the effects of bullying. Furthermore, for students. Students, understanding for the pupils may be given when a school lesson, for example: in the subjects of language, teach students with language that is not mutually flout fellow, and understanding the dangers of violence in any form we can use some of the to overcome the bias action of this school bullying.



As the concept applying Humanizing of the classroom is coined by John P. Miller focused on the development model of "affective education". Educational model is based on three things: recognize ourselves as a growth process which is and will continue to change, recognize the self-concept and identity, and integrating the awareness heart and mind. Changes made are not limited to any material substance, but more importantly on the methodological aspects considered very humane.Active learning is triggered by Melvin L. Silberman. Inviting children understand what is heard in a systematic and responsible, so it reduces the action brutality and dangerous. Bullying could also be prevented by instilling faith-based education and character education.



All parties must be together to solve this problem. the violence can occur anywhere, the involvement of parents and the playing environment is very influential in dealing with these bullying actions, even the authority of the government also has a large in preventing this crime.

20.02

“Tuhan Menjadi Saksi, Aku Masih Suci”

Malam ini mungkin aku pulang lagi pukul 02.00, pekerjaanku belum selesai. Tiga pesan singkat dari Ratna, adikku yang dia ingin tahu jadwal pulangaku malam ini, tak bisa aku balas, pulsaku tak cukup lagi.

Gerimis mulai membasahi jalan, hiruk pikuk pasar perlahan mulai mereda. Sayup-sayup terdengar suara tawa sekelompok laki-laki yang sedang bermain kartu diujung gang tempat aku berdiri saat ini. Dari kejauhan aku bisa melihat botol-botol minuman, entah apa jenisnya. “sebaiknya kamu pulang saja” sebuah bisikan tiba-tiba menghentikan langkahku. Aku bingung, apakah aku harus pulang, sedangkan aku belum mendapatkan apa-apa malam ini.
“[KAK! DIMANA?!!]” pesan dari Ratna masuk lagi, ini yang keempat.
Ratna, adikku, beberapa hari lagi umurnya akan menepati tujuh belas, aku beruntung memilikinya, dia sangat mengerti kondisi kami. Meskipun seiring berjalannya waktu, usia bertambah, dan kebutuhan hidup tak pernah kompromi. Apalagi Ratna telah aku sekolahkan di Sekolah Menengah Akhir ternama dan diakui dari segi kualitas pembelajarannya dikota ini. Aku tak ingin dia yang satu-satunya kumiliki menjadi sepertiku. Semua orang tahu, dia pintar dan juga cantik.

Tujuh tahun lalu aku tak sempat lagi mengambil ijazah SMA-ku. Musibah itu telah membuat aku kehilangan segala yang aku punya, termasuk kepercayaan diriku. Saat itu aku merasa langit saja tak lagi memberi ruang untukku, apalagi bumi, tak satupun keluargaku diberi kesempatan berjalan bersamaku lagi, melalui murka laut aku menjadi sebatang kara. Kebahagian yang aku miliki telah usai.
Namun ternyata, dugaanku salah! Dua tahun kemudian aku berjumpa Ratna, disebuah tenda kuning bertuliskan CARE, ia sedang sedang bersama belasan anak sebaya dengannya memerhatikan seorang warga asing. Bisa aku pastikan dia sedang mengajari adikku bahasa dari Negara mereka.

Sejak pertemuan itu, ku coba memandang langit, sekilas wajah orangtuaku muncul. Ketika itu pula ruh ku mulai bersahabat dengan jasad. Aku lantas berjanji dalam hati, aku akan menjaga Ratna. Aku tahu Ratna adalah gadis pintar, telah banyak prestasi-prestasi yang diraih Ratna sejak sekolah dasar bahkan hingga saat ini, oleh karena itu aku bertekad akan menyekolahkan Ratna hingga dia menjadi sarjana, berpendidikan yang baik seperti yang diharapkan almarhum bapak dan ibu, dan yang paling penting adalah dia bisa berguna untuk kebaikan orang lain. Sebisa mungkin aku akan membiayainya, agar Ratna tak menjadi sepertiku yang kotor, seperti tempat aku berkerja saat ini. Aku tidak akan menyerah.
***

“Kak, kenapa sih harus pulang pagi setiap hari? Atau tengah-tengah malam” Tanya Ratna disuatu pagi, sebelum dia berangkat sekolah. Alah, aku tak ingin menghiraukan lagi pertanyaan ini, ini bukan kali pertama pertanyaan seperti ini ia lontarkan untukku.

“Kenapa sih kak ga jawab? Kakak kerja apa sih sebenarnya?” dia mengulang pertanyaannya lagi, aku rasa tak ada guna menjawabnya. Namun, Ratna masih berdiri didepanku menunggu aku menjawab.

“Buat apa nanyak-nanyak?! Tugas kamu itu sekolah. Tenang aja duetnya halal kok! Aku ga nyuri..!!” jawaban ini keluar dari mulutku dengan nada yang tinggi sambil merapikan pakainku lalu langsung keluar rumah lagi menuju gudang berukuran 4x2, jika dimasa bapak masih ada tempat ini pasti digunakan sebagai tempat penyimpanan barang bekas, saat ini temapt ini kami sulap menjadi kedai kecil, ini menjadi sumber pertama pengisi kantong kami dan biaya Ratna sekolah. Ada beberapa jenis makanan ringan, rokok, serta keperluan yang sering dicari ibu-ibu rumah tangga disekitar kami tanpa harus berjauh-jauh menuju pasar.

“Tapi kak, orang-orang disini selalu nanya kakak kemana setiap malam? Kerja apa setiap malam? Dimana? Ratna harus jawab apa kak…?” lanjut Ratna sambil mengiring langkahku.

“Lhoh, aku kan udah bilang, aku pergi kerja..” jawabku datar. “Pekerjaannya apa?” sambung Ratna. “Ratna! Apa urusan mereka? Perlu tahu segala hal tentang kita?! Apa peduli mereka kalau perut kita kosong? Apa peduli mereka kalau kamu putus sekolah?!” jawabku setengah membentak Ratna, adik semata wayangku, “udahlah, cepat berangkat sekolah sana..” Ratna terdiam. Ada tetesan bening dimata yang mulai turun menuju pipi putuhnya.

Maafkan kakakmu, tak seharusnya kau menanggung malu seperti ini. Sekolah dan hidupmu harus berlanjut. Abaikan siapa aku.
***

“Dek, ini berapa harganya?”

“Lima ribu aja bu”

“Duh mahalnya, tiga ribu aja ya,, kan kamu banyak duit, tuh masukannya tiap malam lancer dari pejabat-pejabat kali ya, hehehe, atau mangkal dimana biasanya nih, hehehe..” celoteh seorang pembeli sambil menyindir halus.

Setiap hari aku semakin heran dengan banyak sekali orang yang menyindirku, semakin aku tak menghiraukan, sayup-sayup aku tahu mereka semakin sering membicarakan tentanggku. Bercerita tentang kakak si Ratna yang sering pergi sore pulang malam atau pagi. Namum mereka lupa menyisipkan rasa prihatin terhadap beras dirumahku yang habis, tunggakan listrik yang hampir dua bulan lebih, dan yang terpenting adalah biaya pedidikan Ratna setiap bulan.

Padahal beberapa pemuda disini banyak sekali yang tak memiliki pekerjaan, sering berurusan dengan polisi, dan mereka juga sering pulang malam, pagi, bahkan tak pulang berhari-hari entah kemana. Lantas mengapa hanya aku, padahal aku berkerja, mencari nafkah untuk hidup kami, tak pernah perkerjaanku ini mengusik mereka, tapi mengapa mereka sering membicarakan aku, tanpa izin dariku menambah-nambah pernak-pernik negative tentangku.

Aku pernah mendengar disuatu surau bahwa dosa para pengumpat lebih besar dari pada penzina, karna pengumpat menyangkut karakter diri orang lain dan pembicaraannya bisa menyebar hingga pelosok pelosok kampung, dan tanpa fakta itu fitnah, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.

Mereka telah mengahancurkan bukan hanya karakterku, namun juga adikku, membuat adikku malu untuk sekedar menganggakat wajah dihadapan mereka, apalagi bergaul. Semua hanya karena ku sering keluar sore, pulang malam atau pagi. Hanya karena aku sering bergulat dengan pekerjaanku hingga pagi datang.

Aku memang bekerja ditempat kotor, tempat ini memang tak bersih. Sampah-sampah ini memang sangat menjijikkan. Tapi ini halal!. Menjadi pengais sampah tak pernah dilarang agama. Aku tak mungkin bekerja dipagi hari. Karena jatahku malam, sampah-sampah ini harus diolah pada malam hari dan pagi sampai siang aku harus berjualan.
Meskipun tempat aku bekerja didominasi oleh laki-laki, tapi salahkah aku? Aku juga punya kaki dan tangan yang sama jumlahnya. Tak masalah bagiku, asalkan halal.

Terlalu banyak didunia ini manusia yang merasa lebih tahu bagaimana seharusnya orang lain hidup, namun sayang tak jarang ia lupa bagaimana cara seharunya menjalani hidupnya sendiri. Tuhan menjadi saksi, aku masih suci.

00.45

*My little quote*

Tahun ajaran baru, anak-anak sekolah pasti membawa buku baru. Buku tulis yang masih bersih, belum ada tulisan apa-apa. Masih putih polos.

Sebuah buku tulis dapat diibaratkan dengan kehidupan kita. Sampul depan adalah hari lahir kita. Sampul belakang adalah hari kematian kita. Lembaran-lembaran dalam buku tulis adalah hari-hari yang kita jalani dalam hidup.

Lembaran putihu polos itu bisa saja kita corat-coret dengan pensil aneka warna. Bisa kita isi tulisan rapi. Demikian pun dengan hidup kita. Suatu hari bisa saja kita isi dengan umpatan, cacian dan perbuatan buruk lainnya. Suatu hari bisa juga kita isi dengan hal-hal yang baik.

Bagi yang telah mengisi dengan hal-hal tidak baik, dan ingin memperbaikinya tak perlu risau jika tak bisa. Di halaman selanjutnya masih ada lembar putih polos yang dapat kita isi tulisan rapi dan bermanfaat. Jika hari ini anda berbuat tidak baik dan ingin memperbaikinya, jangan khawatir. Esok masih ada hari baru yang dapat kita isi dengan hal-hal yang baik.

Bagi yang telah mengisi dengan hal-hal baik, janganlah berbangga hati dulu. Masih banyak lembaran-lembaran putih dibelakang. Teruslah berusaha untuk mengisinya dengan tulisan rapi dan bermanfaat. Jangan tergoda untuk mencorat-coret sembarangan, mengotorinya, apalagi merobek-robeknya. Jika hari ini anda berbuat baik, janganlah lantas ada perasaan sombong dan memandang rendah orang lain. Teruslah istiqomah untuk tetap berbuat baik. Jika ada godaan untuk berbuat tidak baik, segera tepiskanlah.

Selagi belum sampai sampul belakang

Teruslah berusaha menulis yang baik

Selagi ajal belum datang

teruslah berusaha menebar kebaikan

01.03

Saya Benci (dikatakan) Aktivis Gender

Jika saat ini banyak sekali gerakan-gerakan seperti organisasi-organisasi kampus, non-kampus, serta organisasi masyarakat sipil lainnya, namun masih belum terlihat relasi dengan perubahan di local, nasional dan bahkan internasional. Mengintip pada kolom oraganisasi yang ada di Aceh, yang semakin lama semakin menjamur, namun sayangnya permasalahan di masyarakat tetap belum terbaca dari perspektif lingkungan, demokrasi, HAM dan gender. Serta kondisi masyarakat dirasakan semakin dalam ketertindasan.

Terlebih lagi disaat mengigat sedikit kisah masa lalu tentang pembunuhan-pembunuhan misterius, penangkapan se-enak perutnya oleh serdadu dan penyiksaan sebagai kesuka-riaan di kamp-kamp militer yang dimulai akhir 1980-an. Perampasan tanah rakyat oleh cukong yang dibeking brimob di Kuala Batee. Represi dan penyiksaan pemilih pasca pencoblosan di waktu pemilu 1987 dan 1992 di seluruh Aceh. Tentunya masih banyak lagi daftarnya, belum dibaca dari perspektif HAM dan demokrasi. Organisasi masyarakat sipil yang memiliki afiliasi ke partai politik masih melihat (seandainya mereka mengetahuinya) hal itu sebagai kenormalan hidup bernegara di Aceh.

Melihat fonomena seperti ini, hati siapa yang tak tergerak demi sebuah perubahan, meskipun kecil namun namun hanya bergantung pada satu kepentingan: Lillahita’ala. Namun, sangat disayangkan disaat sedikit saja mulut ini terkuak, sedikit demi sedikit angin berhembus mengibas sekaligus mengiris hati. Saat dikatakan “ini dia ni aktivis gender’, padahal “apa pasaiii????”.

Saya tak suka jika dikatakan saya adalah “aktivis gender” atau “aktivis feminism” atau aktivis lainnya yang mengarah pada persoalan perempuan saja, yang seolah-olah aktivis penentang kodrat, setidaknya begitulah citra yang terbentuk dikebayakan orang, karena, diakui atau tidak, kebanyakan orang memiliki pola pikir yang tergiring terun temurun, yang terbentuk dari dari lingkungan, dan yang terkhusus keluarga.

Jika dikaji dari kacamata lingkungan, terdapatlah adat, yang terbentuk dari tingkah laku keseharian warga yang kemudian kewajaran atau tidaknya menjelma menjadi takaran nilai, moral. Adat ini menjadi hukum social yang sangat unic, karena walaupun tak tertulis, adat ini menjadi ikatan yang sangat kuat, yang mengikat nilai-nilai kewajaran dalam lingkup social kemasyarakatan, sehingga tak jarang keluarga, yang merupakan unsure social terkecil, sangat kuat memegang hukum adat ini, yang kemudian secara turun temurun dipelihara dan ditanamkan pada pola pikir anggota keluarga, hal ini terus dilakukan agar tidak terjadinya suatu penyimpangan adat yang dapat mengakibatkan sanksi-sanksi social dalam masyarakat. Oleh karena itu terbentuklah sebuah pola pikir yang sama terhadap sebuah kenyataan, tak tekecuali pandangan tentang permasalahan perempuan.

Ketidak sukaan saya ini bukan disebabkan karena sebuah ketakutan terhadap sanksi social yang nantinya saya dapat jika saya mendapat julukan “aktivis gender” atau yang sejenisnya. Namun, saya sangat tidak setuju adanya pengelompokann-pengelompokan aktivis berdasarkan unsure kelamin. Karena memang dalam persoalan aktivis yang selalu berkaitan dengan perjuangan tidak pernah dikhususkan berjuang untuk perempuan ataupun laki-laki saja, ini menyangkut tentang perjuangan hak kemanusian yang diberikan Tuhan kepada semua insane yang ada dimuka bumi ini, namun karena ada sisi buruk dari sifatnya manusia hak-hak tersebut sering dilecehkan, demi kepentingan golongan bakhan pribadi. Padahal jelas dalam titah Tuhan mengatakan bahwa tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecuali ketakwaan mereka.

Ketika saya banyak berbicara tentang hak-hak manusia, khususnya perempuan, itu artinya saya tidak menuntut perempuan untuk menjadi laki-laki, memiliki hak yang sama dari segala segi. Karena memang walaupun Tuhan telah mengatakan hak setiap manusia adalah sama, Ia juga telah membagi isi alam ini dengan bagian-bagian yang sangat sempurna, tentunya dengan keteraturan yang sangat indah. Aturan-aturan itu semua bertujuaan untuk kesejahteraan manusia itu sendiri dengan bagian-bagian tersendiri yang setiap bagian itu membutuhkan bagian yang lain untuk mencapai kesempurnaan.

Didalam agama sendiri tak pernah ada dalil yang turun dispesialkan kepada laki-laki atau pun perempuan, semua memiliki kedudukan yang sama.
Saat kita masih berada dalam tempurung besinya, haruskah kita hanya bergulat dalam diskusi menyudukkan kaum-kaum tertentu? Padahal semua memiliki keistimewaan masing-masing, dan berikut juga kelemahannya.

Dalam permainan catur saja, ratu adalah kunci segalanya, dia biasa bergerak bebas kekiri, kekanan, kedepan, dan kebelakang, tak ada benteng yang bisa menghalang langkahnya, bahkan dengan keahliannya, poncongpun yang biasanya bergerak miring tak bisa menyingkirkannya. Terkadang apalah artinya raja, meskipun ia memiliki kekuasaan yang luar biasa, namun geraknya selalu tebatas, tak ingin meremehakan sih, namun kenyataan berkata bahwa raja hanya mampu menyiapkan pion-pion sebagai tumbal agar ia tidah tersingkirkan. Raja harus selalu dilindungi, dan langkah perlindungan ini pun tidaklah gratis, banyak sekali prajurit-prajurit penting lainnya yang harus jadi tumbal.

Namun, sering sekali keahlian ratu diremehkan, diabaikan, bahwa dengan segala system patriaki atau dengan kata lain laki-laki adalah segalanya, setiap pertarungan ratu tak dilibatkan, namun prajurit-prajurit laki-laki dahulu yang dipaksa menjadi tumbal, entah dimana rasa prikemanusiaan itu, sering sekali ratu harus memaksa dirinya bergerak tanpa izin untuk melindungi rakyatnya yang telah dibantai, bergerak tanpa izin bukanlah hal yang mudah, meskipun niat bersih yang disandang.

Pengorbanan sering tak berarti, disaat kesombongan merajai sanubari, disaat kebiasaan menguasai tubuh, padaha belum tentu apa yang sudah menjadi kebiasaan itu adalah suatu kebenaran, sering sekali kebaikan terinjak disaat perasaan dikedepankan, padahal kita memiliki otak yang berisi akal yang Tuhan perintahkan untuk berfikir menimang-nimang mana yang baik mana yang tak baik.

Pengaruh alam bawah sadar memang sangat luar biasa, ia selalu tak rela kita keluar dari jalur kebiasaa, bahkan untuk kebaikan sekalipun, dan alam bawah sadarmu juga yang telah membuat kakiku terPASUNG……………………………………….

Jika hanya perempuan terlahir hanya untuk mrnjadi seorang ibu, maka begitu kejamnya Tuhan, dalam dunia yang luas ini, Tuhan hanya sedikit memberika ruang pada makhluk jenis tertentu, sangat menyedihkan sekali pandangan seperti ini. Padahal dalam konteks keislaman, islam memandang posisi perempuan sebagai posisi yang paliag penting dalam rumah tangga dan masyarakat sebagai upaya pembentukan generasi islam,Rasulullah SAW,menempatkan posisi ibu yang utama bagi anak-anaknya ,sebagaimana sabdanya yang artinya:

“Abu Huraira berkata:Datanglah seseorang kepada Nabi SAW. Dan bertanya :siapakah yang berhak akan layani dengan sebaik-baiknya? Jawab Nabi SAW :Ibumu. Kemudian siapa /jawab Nabi :Ibumu .Kemudian siapa ? Jawab Nabi :Ibu mu .Lalu siapa lagi ? Jawbab Nabi :Ayahmu.”(Muttafaakun”alaihi).
Seorang ahli pendidikan,Abdullah Nashih Ulwan mengungkapkan,ibu merupakan sekolah. Barang siapa menyiapkannya, ia telah menyiapkan bangsa yang berbibit dan berakar kokoh. Maksudnya bahwa seorang ibu merupakan pendidikan yang mempunyai posisi penting dalam keluarga, terutama sekali kalau dilihat pada saat proses anak berada dalam kandunagan ibu selama Sembilan bulan dan proses menyusui anak setelah melahirkan, mengindikasi bahwa masa awal kehidupan anak di dunia, punya kedekatan yang kuat pada sosok ib. Zakiyah Daradjat dalam bukunya“Kesehatan Mental dalam Keluarga”mengatakan sebagai berikut :

Karena orang yang dikenal pertama anak adalah ibunya.Dan ibu itulah yang memberikan pengalaman pertama kepada si anak, apakah pengalaman dilihat didengar atau dilihat ,di dengar atau dirasakannya pada tahun-tahun pertama dari umurnya akan merupakan unsur penting dalam membina kepribadiannya.Jika pengalaman tersebut menyenangkan dan baik pertumbuhan anak, maka unsur positif dan baiklah yang akan memenuhipribadi anak yang tumbuh. Tetapi jika pengalaman tidak menyenangkan dan tidak baik yang dirasakan anak dari ibunya waktu ia kecil, maka unsur negativ dan kurang baiklah yang akan mewarnai pribadi anak yang tumbuh itu dan begitu juga yang terjadi pada lingkungannya.

Untuk mendapatkan generasa yang handal, maka dimulai dari pendidiknya haruslah seorang yang handal pula.Jadi seorang ibu yang handal, haruslah membekali diri dengan keteguhan iman dan berilahmu pengetahuan yang tinggi. Karena di zaman sekarang ini begitu banyak tantangan dan pengaruh-pengaruh yang dihadapi seorang anak.Oleh karena itu, ibu harus memulai dangan mengajarkan anak-anaknya tentang dasar-dasar keimanann dari sejak kecil untuk membantu mereka menjadi manusia yang saleh, kuat imannya dan memiliki pemahaman yang benar tentang agama dan menjadi anggota umat islam yang menyaruh kebaikan dan mencegah ke mungkaran.

Dari sini dapat kita lihat betapa islam sangat menghargai perempuan dan saya tidak pernah memaksa diri untuk keluar dari jalur "keperempuanan saya" namun saya sangat menyadari bahwa peran yang dibangun bersama-sama sangatlah penting,artinya banyak peran yang dibutuhkan dalam perubahan moral. Kemampuaanya juga tak bisa diragukan dalam mendidik dan niatnya juga tanpa kepentingan buruk, jadi salahkah dia jika dia untuk belajar, menelusuri lebih dalam semua jejak yang ada disemesta ini, dan selalu mencoba untuk ada dan bersama-sama membangun bangsa ini, apalagi disaat keadaan yang serba huru hara ini.

21.51

Meski Cengkraman Tinggal di Ujung Jari

Meski Cengkraman Tinggal di UjungJari

Benarkah sudah bukan saatnya lagi berfikir arti semua ini, jika memang yang menggangga ini adalah tanah merah sang durjana jahannam, biarlah semua terkurung didalam. Jika memang kemarau datang dan Tuhan tak lagi ulurkan tanggan –Nya. Biarlah semua terkekang pada hakikat semu asal tak menjalar merekah . Biarlah meruah asal tak tumpah.

Siapa sebenarnya penguasa kebebasan. Apakah sama adanya seperti ayam, tak ada pencemburu sejati layaknya sang betina meski dia pelaku kejahatan "incest" tak ada hukum yang pernah bisa menjamahnya, atau malah bak sang jantan, sang "exbihitionist", yang menggagahilalu mematuk berulang-ulang kali pada betina seolah itu isyarat cintanya yang terselubung dalam kata "aku tak benar-benar ingin menikahimu".

Apa kebebasan itu sebenarnya.Akankah sama seperti elang yang terbang sejak datang pagi menuju mentari tapi bukan untuk membunuh diri.

Bagaimana kebebasan itu adanya.Haruskah tak ada tradisi terlangkahi, adat terkangkangi, atau berbagai siklus kehidupan lainnya yang tergagahi. Lahir, makan, uang, mati.

Dimana tempat kebebasan bersemanyam. Lantas saat ini yang terlihat air tidak pernah diizinkan terbang keatas. Dan daun basahpun tak pernah dipaksakan terbakar.
Mengapa katanya kebebasan dipaksa ada. Bukankah hidup ini ejaan takdir yang tlah dikelola, dirancang, lalu digilir tuk bersama cicipi siang sampai malam bergilir petang.

Padahal ada bahagia, senang,bangga, damai menyatu pada satu dimensi, lantas mengapa harus ada kesadaranyang tak mengatasi emosi, hinggap lenyap terbelenggu, terhempas pada dimensi terburuk,hingga tak ada kuas tuk lukis air. Karena memang perjalanan sudah satu garis,satu warna. Gelap. Mau apa kata, jangan sentil apapun yang membuat darahmengalir, andai meruahpun tak ada yang peduli, karna tak selamanya horizontal.

Siapa yang akan mengembalikan nyawacinta, setelah seabad lamanya terendam amarah yang berpacu bersaing untuk mendapat jejak Tuhan. Takkala darah itu mengalir ditangan, mengapa jemari tetap tak akan melepaskan, padahal yang kita punya nyawa diujung jari, akan kusumpal luka dengan rambut tergumpal, kubalut dengan sobekan baju dibadan, agar kuncuran darah tak lagi mencari tanah, agar darah beri'ktikaf dipundi sunyi, bersemanyam bersama gua rapuh.Hingga lumut terus menari, biarkan dinding menghijau lapuk bersama zikir,hingga kala gelap datang mencambuk mimpi keluar dari jasad, agar tak ada cakrawala yang tak terjamaah. Hingga ambruk dinding terajam angkara murka, laluterbang menyatu bersama topan, dan keabadiaanpun tiba, rantaipun tak beku lagi.

Entah apa arti peran yang dipahami,hingga belukar tak lagi jadi mantra tuk merangkak melintang mimpi. Hidup inipunya kita kawan, memang benar kematian itu lebih indah dan manis dibandingkanpercintaan bersama kemunafikan yang memaksa pisau bermata dua, memang tak sama selisih malam dan siang, bukan rentang gelap-terang yang menjadi cela. Karena memang semua arah ada dua, cawanpun tak sendiri penuh dengan kedamaian dan ketentraman, permusuhan dan kesulitanpun ada dan akan penuh terisi dicawanmisteri.

Tapi ini sepertinya permasalahanamanah kawan, bukan kebebasan. Kita ini memang organisme kolektif yang terikatkontrak sejak ruh disumpal kejasad. "Qalu balaa syahidna". Kontrak vertikalpunterbentuk, harusnya menyadarkan kita tak harus terlalu bergantung pada kontrak'baru' horizontal terlalu kuat.

Tak seharusnya kerangka kita sajayang dilihat dari stabilitas dan perubahan, karna memang kita sama dengan mereka, semua berpeluang menghancurkan. Bukankah Tuhan pernah berkata "..Tlahterjadi kerusakan dimuka bumi karna ulah dan perbuatan manusia..". Manusiakawan! Manusia. Bukan hanya kita, tapi juga mereka.

Tak ada yang lebih hina kawan,karna memang "manyuhinillahu famaa lahuumin mukrimin, innallaha yaf'alu maayasyaa' ".

Bukan hanya duri yang terlalu tajammenusuk, karna memang jemari-jemari itu tak pernah membiarkan lepas meski diujungkuku. Lubang-lubang memang telah banyak tersumbat, tapi bukan berarti darah taklagi punya tempat. Tapi kawan, jangan terlalu putih menilai kapas, karena memangdalam hitungan sepersekian menit umur bisa menyusut, dalam sepersekian detik bumi akan menyempit.

Kita selau mengharapkan orang lainsopan atas kita, menghargai kita, tapi kita sendiri tidak tahu berapa harga diri itu, jangan salahkan orang lain. Karna sampah pun tidak akan pernah menjadi debu tanpa asap dari dirinya sendiri.

Kita tahu kawan, kayupun tidak akanpernah sempurna menjadi mawar jika dilempar begitu saja, hingga yang mereka lihat hanya belukar, penuh duri, hanya akan menjadi beban, agar tak terlalumengusik lalu ditebang agara tak memanjang terlalu jauh dan menahan langkah.Terlalu cepat berlari sebelum dikejar, keindahan pun terabaikan. Ada mawar dibalik belukar.

Bersabarlah sedikit saja, menikmati proses ini selagi pagi menetap sebelum senja dan akhirnya "hasbunallah wanikmal wakil"

"allahumma inni a'uzubika min hammiwal huzni, wal 'ajzi walkasali, walbukhli wal jubni, wa dhala'iddaini waghalabatirrijaal"

Semoga tak ada kisah yang hilang disaat kita menerjang gemuruh dan mereka menghantam badai. Kalaupun nantinya kita sama-sama terjepit disela batu karang, kuharap tak sesempit itu kita menarik kesimpulan. Karna darah yang menguncur terlalu berharga dari merah rekah mawar...


Lampulo, Ramadhan 1431 H

21.40

“Perempuan Pengusung Peradaban Untuk Bangsa”.

“Perempuan Pengusung Peradaban Untuk Bangsa”.
Oleh: Maulidar Yusuf

Sejak zaman Rasulullah, masalah yang dihadapi kaum perempuan telah mendapat perhatian besar. Prinsip Islam yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan ummat manusian, memberikan dorongan kuat bagi perempuan untuk mendapatkan hak-hak yang telah digariskan oleh Allah, disamping kewajiban yang harus dilaksanakan.
Dengan mengikuti petunjuk Allah, Nabi Muhammad telah membibing ummat Islam untuk memuliakan perempuan. Norma ideal tentang kesetaraan perempuan dengan laki-laki, dan bagaimana seharusnya relasi antara keduanya, serta kewajiban mereka terhadap Tuhan dan sesame manusia, telah diajarkan oleh Allah, sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an.

Namun dalam kehidupan sehari-hari, sering ditemukan kesenjangan antara norma ideal yang seharusnya dilaksanakan, dengan sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh budaya maupun pemahaman agama yang patriarkis. Dampaknya terlihat jelas pada pandangan dan sikap yang menempatkan perempuan sebagai makhluk yang lemah, tidak penting (subordinat) dan sekedar pelayanan atau pemuas nafsu laki-laki. Pandangan dan sikap yang merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan telah berlangsung sejak zaman sebelum islam datang dan masi berkembang sampai pada masa sesudahnya. Bahkan hal ini sering berlanjut menjadi penidasan-penindasan.

Banyak sekali kasus yang kita temui dewasa ini yang merugikan perempuan, disamping kesadaran dari kaum perempuan sendiri yang minim, bahwa mereka sebenarnya mampu menjadi lebih baik dari apa yang sering berkembang dan telah membudaya dilingkungannya, termasuk didalamnya hegemoni laki-laki. Padahal dalam Islam sendiri perempuan selalu didorong untuk berfikir dan bersikap kritis. Sehingga paradigm budaya “fisik” yang unggul pada masa jahilyah, bisa bergantu dengan budaya “akal” yang mengedepankan rasio dan moralitas. Perempuan berhak bersikap kritis, mempertanyakan berbagai persoalan yang bertentangan dengan hak-hak dan moralitas, serta menggugat apa-apa yang dipandang bersebrangan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan.

Oleh karena kemampuan yang sama tersebut, meski memiliki perbedaan, perbedaan tersebut bukan hal yang harus diperdebatkan, namun haruslah disingkapi dengan arif dan bijak, karena permasalahan perempuan hari ini, bukan sekedar hak dan fungsi saja, tapi juga peran. Bangkitnya sebuah peradabaan suatu bangsa sangat bergantung kepada peran perempuan. Hal ini bisa kita lihat bagaimana perubahan-perubahan yang pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan dimasa lalu.

Telah ada ketetapan dari dulu hingga sekarang peran perempuan memang tidak terbatas dalam ruang domestic semata, perempuan bisa lebih dari itu, selama masih dalam koridor normative dan tidak melawan kodratnya.

Terciptanya atau terwujudnya peradaban yang baik adalah cermin dari pembagian peran yang benar terhadap setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Termasuk terciptanya pendidikan yang baikpun tidak terlepas dari pengaruh budaya, ekonomi, social, serta politik suatu wilayah. Hal ini juga sangat bergantung pada peran institusi mikro, seperti keluarga, maupun makro, seperi Negara, yang selalu memiliki benang merah diantara keduanya.

Oleh karena itu penulis ingin sedikit memaparkan tentang betapa pentinggnya peran perempuan dalam menciptakan sebuah peradaban, serta pengaruh-pengaruh yang telah diciptakan oleh tokoh-tok perempuan, yang seharusnya menjadi acuan kepada setiap perempuan hari ini untuk berani bergerak dan serius menjalankan perannya, baik perannya kepada Tuhannya, keluargan, dan masyarakat.

Islam dan Peran Perempuan
Tuhan menciptakan manusia dengan dibekali kekuatan akal serta diiringi kesucian wahyu untuk mencapai kesempurnaan. Di alam ‘azali manusiapun berikrar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi. Manusia bersedia mengemban amanat suci langit untuk menebarkan kebaikan serta mencegah kemungkaran di dunia. Sebuah amanat yang tak sanggup diemban oleh makhluk mana pun. Maka, manusia memiliki konsekuensi untuk membangun diri serta lingkungannya, baik pada lingkup keluarga maupun masyarakat secara luas.

Demikian halnya dengan perempuan sebagai salah satu misdaq manusia, tak dapat lepas dari amanat tersebut. Perempuan, sebagaimana laki-laki memiliki tanggung jawab terhadap diri dan masyarakatnya. Dari sinilah, muncul ada tiga peran utama yang dimiliki oleh perempuan. Pertama, peran yang terkait dengan kehidupan individu, yaitu hubungan transendental manusia dengan Tuhannya. Kedua, peran perempuan dalam kehidupan keluarga baik sebagai istri maupun ibu dari anak-anaknya. Ketiga, peran perempuan di masyarakat.

Peran terakhir ini, memunculkan dua tesis berseberangan. Di satu sisi, ada sebagian kelompok yang sama sekali menolak keterlibatan perempuan di ranah publik. Kekhawatiran yang kerap kali dimunculkan adalah terjadinya fitnah serta kekacauan peran. Di sisi lain, tak sedikit kalangan yang memberikan kebebasan seluas-luasnya untuk terjun di masyarakat tanpa adanya pembatasan. Pendapat ini muncul sebagai reaksi terhadap kelompok pertama. Padahal sampai hari ini banyak sekali kita lihat peran perempuan yang sangat berpengruh pada perubahan-perubahan yang berguna untuk masyarakat luas.

“Tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki dari sisi kemanusiaan. Karena perempuan sebagaimana laki-laki memiliki hak yang sama dalam menentukan masa depannya. Adapun perbedaan yang ada di antara keduanya, tidak mengurangi sisi kemanusiaan itu sendiri”.

a. Peran perempuan dalam bidang
b. Peran perempuan sebagai seorang sosok ibu dan proses pendidikan

Islam memandang posisi perempuan sebagai posisi yang paliag penting dalam rumah tangga dan masyarakat sebagai upaya pembentukan generasi islam,Rasulullah SAW,menempatkan posisi ibu yang utama bagi anak-anaknya ,sebagaimana sabdanya yang artinya:
“Abu Huraira berkata:Datanglah seseorang kepada Nabi SAW. Dan bertanya :siapakah yang berhak akan layani dengan sebaik-baiknya? Jawab Nabi SAW :Ibumu. Kemudian siapa /jawab Nabi :Ibumu .Kemudian siapa ? Jawab Nabi :Ibu mu .Lalu siapa lagi ? Jawbab Nabi :Ayahmu.”(Muttafaakun”alaihi).

Seorang ahli pendidikan,Abdullah Nashih Ulwan mengungkapkan,ibu merupakan sekolah. Barang siapa menyiapkannya, ia telah menyiapkan bangsa yang berbibit dan berakar kokoh. Maksudnya bahwa seorang ibu merupakan pendidikan yang mempunyai posisi penting dalam keluarga, terutama sekali kalau dilihat pada saat proses anak berada dalam kandunagan ibu selama Sembilan bulan dan proses menyusui anak setelah melahirkan, mengindikasi bahwa masa awal kehidupan anak di dunia, punya kedekatan yang kuat pada sosok ib. Zakiyah Daradjat dalam bukunya“Kesehatan Mental dalam Keluarga”mengatakan sebagai berikut :

“Karena orang yang dikenal pertama anak adalah ibunya.Dan ibu itulah yang memberikan pengalaman pertama kepada si anak, apakah pengalaman dilihat didengar atau dilihat ,di dengar atau dirasakannya pada tahun-tahun pertama dari umurnya akan merupakan unsur penting dalam membina kepribadiannya.Jika pengalaman tersebut menyenangkan dan baik pertumbuhan anak, maka unsur positif dan baiklah yang akan memenuhipribadi anak yang tumbuh. Tetapi jika pengalaman tidak menyenangkan dan tidak baik yang dirasakan anak dari ibunya waktu ia kecil, maka unsur negativ dan kurang baiklah yang akan mewarnai pribadi anak yang tumbuh itu”.

Untuk mendapatkan generasa yang handak, maka dimulai dari pendidiknya haruslah seorang yang handal pula.Jadi seorang ibu yang handal, haruslah membekali diri dengan keteguhan iman dan berilahmu pengetahuan yang tinggi. Karena di zaman sekarang ini begitu banyak tantangan dan pengaruh-pengaruh yang dihadapi seorang anak.Oleh karena itu, ibu harus memulai dangan mengajarkan anak-anaknya tentang dasar-dasar keimanann dari sejak kecil untuk membantu mereka menjadi manusia yang saleh, kuat imannya dan memiliki pemahaman yang benar tentang agama dan menjadi anggota umat islam yang menyaruh kebaikan dan mencegah ke



Pendidikan dan Perempuan
Pendidikan merupakan usaha pembinaan keterampilan menggunakan pengetahuan atau pengajaran (the art of imparting or acquiring knowledge and habit through instructional as study) yang mencakup aspek jasmani, akal, dan rohani.

Secara historis, perintah menuntut ilmu dalam islam tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin (pria atau perempuan). Al Qur’an member kesempatan untuk beramal kebajikan kepada semua dan Allah akan memberikan balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Dalam pandangan Allah derajat setiap manusia sebagai seorang hamba adalah sama, yang membedakannya hanyalah kadar iman dan ketakwaannya. Secara konseptual jelas bahwa yang membedakan manusia sesame manusia hanyalah kemampuan mereka mengaplikasi ilmu yang telah dianugerahkan oleh Tuhan untuk manusia, karena manusia diberi kelebihan akal pikiran sehingga dengan akal manusia dapat membedakan yang mana baik dan yang mana buruk, dengan akal pula manusia berbeda dengan binatang. Oleh sebab itu pendidikan semestinya berpegang pada tataran konseptual yang benar sehingga pada tataran aplikasinya tidak keliru. Karena kekeliruan itulah yang sering mengakibatkan permasalahan dalam dunia pendidikan itu sendiri.

Pada masa awal perjuangan Islam perempuan memiliki intergritas yang tinggi sebagai seorang yang cerdas . Kecerdasan perempuan pada masa lalu terbukti dalam catatan sejarah seperti saidah Aisyah selaku isteri Rasulullah SAW yang banyak menghafal hadis sampai hari ini tetap dinilai memiliki otoritas yang tinggi.

Secara historis, pada periode awal perjuangan penegakan ajaran islam perempuan diberikan kedudukan tinggi dalam mengakses informasi dari Rasulullah Saw, walaupun pendidikan berpusat dirumah, denagan menggunakan system halaqah. Artinya semua pendekatan yang dinereikan oleh Rasulullah semua bertujuan menjelaskan al-quran kepada sahabat termasuk kaunm perempuan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami behwa peluang yang ada tidak disia-sia kan oleh perempuan untuk memperdalam ilmu agama islam dengan berbagai cara, oleh karena itu perempuan seharusnya tidak lengah terhadap kesempatan-kesempatan yang terbuka luas untuk menuntut ilmu.

Modal perempuan sangat besar untuk menjadi manusia yang super dalam mekanisme penciptaan imajinasi kreatif. Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan perempuan lebih peka terhadap masalah. Ia menjadi cepat dewasa. Namun, struktur sosial yang patriarkal kadang membuat imajinasinya terbatas dalam wilayah kuasa sistem patriarki.

Oleh karena itu

21.34

Titah Hakim Langit

Inilah lembar-lembar disaat kemuraman menjadi teman
Bukan permasalahan takdir,m maupun keadilan Tuhan
Namun adakah Tuhan menjadikan kehidupan sebagai beban untuk manusia?
Lantas untuk apa Tuhan menciptakan manusia?
Jika hidangan beban, siksaan, anianya menjadi hidangan untuk mereka

Inilah detik-detik mulut tak perlu menggangga dan gantikan dengan merantai mata hati
Meskipun tahu “Tuhan tak akan merubah satu kaumpun jika mereka tidak ingin berusaha merubahnya sendiri”
Malah benarkan semua tingkah, jika kita tejebak dalam arus ketidak adilan Tuhan
Terasa terasing, sayup-sayup terdengar “ Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan?”

Inilah desah-desah terkrisis, yang menati pahatan senja menuju peraduan
Celaka, celaka, dan kemudian celaka
Sebuah titah dari Hakim Langit, tak ada yang kuasa menolak
Lalu tiba saat tak berdaya dalam luka yang terus berputar, harus benarkan bahwa tak akan pernah ada bintang tunggangan yang telungkup, itulah kesabaran, tak akan punya batas.
“Sekali-kali Allah tidak mengaruniakan nikmat kepada seseorang hamba, kemudian Dia tarik nikmat itu dan Dia gantikan dengan kesabaran, kecuali Allah gantikan dengan yang lebih baik dari apa yang telah ia cabut darinya”
Ternyata………….
Dalam lembaran ini hanya ada dua pilihan, tetap merangkak lalu berdiri berlari hingga akhirnya terbang atau berhenti disini tanpa arti.

*Dulu kau yang telah membuatku terbangun, mengapa harus sekarang kau jatuhkan aku...................................

20.29

Pray from Aceh To Japan

*Tulisan ini ditulis dalam rangka membantu warga Jepang yang sedang dilanda musibah, Tsunami, dan akan dikirim ke Jepang bersama bantuan-bantuan materil dan moril dari rakyat Aceh ke Jepang dalam " Pray From Aceh To Japan".Semoga bermanfaat dari segi psikologis.


“Jak beulage awak Jeupang bacut,,!!” sederet kalimat perintah yang diucapkan nenekku, aku tak tahu pasti apakah ia sudah pernah ke Jepang atau belum, ataupun setidaknya berjumpa dengan orang-orang Jepang. Karena dalam kenyataan kesehariaannya nenekku dan juga nenek-nenek orang lain yang ada di Aceh sering menyebutkan kata-kata Jepang dalam ucapannya, dan kata-kata initerus diikuti oleh anak-anaknya, cucu-cucunya, bahkan cicit-cicitnya.

Termasuk hari ini disaat nenek menyuruhku mengangkat jemuran karena tiba-tiba saja hujan turun. Secara eksplinsit memang “jak beulage awak Jeupang bacut,,!!” artinya adalah “jalan seperti orang jepanglah dikit,,!”, namun jika dikaji secara eksplinsit artinya adalah nenek menyuruhku untuk bergerak segera mengambil jemuran, lebih bersemangat, serta lebih cepat, lebih serius, lebih gesit. Secara cultural memang masyaraka Aceh sengaja menggunakan kata “orang jepang” untuk menjadi standar semangat dalam berkerja walaupun mereka sempat menjajah negrinya.

Aku bisa melihat ini bukan hanya sekedar kata, karna walaupun mereka adalah mantan penjajah negriku, namun aku pernah ditompang oleh mereka, tepatnya tujuh tahun lalu. Beberapa bulan setelah Aceh luluh lantak karena Tsunami, yang menghabiskan hampir separuh Tanoeh Riencong, tak terkecuali rumahku dan keluargaku. Aku mengira ini adalah akhir dari kehidupan yang berakhir dengan keadaan yang benar-benar tak wajar, karna aku masih hidup dan itu artinya aku harus berdiri lagi, sendiri diantara puing-puing reruntuhan dan mayat-mayat saudara-saudaraku.

Ternyata dugaan aku salah, aku masih punya mereka yang peduli, mereka yang punya mata hati, mereka yang punya uluran tangan panjang yang mau menompang aku dan juga sisa-sisa amuk tsunami. Salah satunya adalah mereka yang merupakan ciptaan Tuhanku yang berasal dari negri matahari terbit, Jepang.

Aku pernah bersama mereka, menjadi salah satu tongkat untukku bangkit, memapahku untuk bersama-sama membangun Acehku, difraksi semangat tak henti-hentinya datang dari mereka untuk ku dan teman-temanku di Aceh untuk terus bangkit dari berbagai keterpurukan, fisik maupun non fisik, semangat untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan, karna hidup bukan untuk kembali kemasa lalu, tetapi masa depanlah yang sedang menanti kita, masa lalu akan menjadi sejarah dan cambuk kita untuk terus bangkit membangun masa depan.

Tahun ini aku tak menyangka Tuhan kembali bertitah pada tsunami, salah satu kuasanya, untuk menyapa Jepang, meluluh lantakkan kota-kota yang ada di Jepang. Ingin rasanya aku kesana, membantu mereka saat ini juga.

Tapi aku yakin, Jepang akan lebih tegar dariku, lebih kuat dariku. Seperti pesan-pesan nenekku, untuk coba mencontohi mereka, Jepang. Jepang yang kami kenal adalah Jepang dengan semagatnya.

Sebuah semangat kebangkitan.

Semangat itu akan selalu ada pada mereka yang yakin bahwa Tuhan menciptakan matahari yang tak akan pernah kenal kata lelah, apalagi menyerah untuk kehidupan, untuk tetap terang dalam berbagai keadaan. Seperti sebuah firman Tuhan ku yang artinya “Bukankah subuh itu sudah sangat dekat.” (Qs. Hud: 81), artinya akan selalu ada sinar yang akan memancar kesenangan, kebahagian, dan kejayaan kepada kita. Seperti pagi dengan mentari yang akan membebaskan malam yang pekat dengan kegelapan.

Musibah dan kesedihan memang bagian dari kehidupan kita, ini merupakan hukum Tuhan yang akan terus berlanjut, apalagi kita tahu bahwa dunia ini bukan tempat yang akan selamanya kekal, bisa jadi hari ini kita membawa berita kesedihan, tapi esok siapa tahu, bisa saja kita yang akan menjadi bahagian dari berita duka tersebut.
Tuhan tidak lupa pula menciptakan ketegaran dan sabar, yang akan mengiring kita untuk membuka mata bahwa segala yang ada dialam ini akan selalu menuntut kita untuk menyadari bahwa Yang Mengambil adalah Yang Memberi.

23.21

Kami lemah

Merindukan Tuhan kami...
Bilamana mungkin kami menjadi budak yang bodoh,
Kami enggan mengecup-Nya mesra dalam sujud ini....


Merindukan Tuhan kami...
Bilamana mungkin kami menjadi budak yang cerdas,
Kami bersyukur akan hadiah perasaan cinta dari-Nya...



Hidup kami teramat singkat,
Kami tak mampu berbuat banyak untuk dunia
Kami lemah sebagai pemimpin diri ini. ..
Kami terombang-ambing dalam gelapnya khayalan,
sedang tangan ini sejak tadi belum bertindak
Tuhan, tolong selamatkan ruh kami dalam kuasa cinta-Mu...!!
Lindungi jalan kami.....

Kami lemah,..

12 sya'ban 1431 H

23.12

Dimana kau lihat aku, *Rec. International Women's day, today

Kau lihat dibajukah?

Silahkan, tapi kasihan, yang ku punya hanya kain bekas, kumal, sumbangan orang, sisa pesta, penuh tambalan, dan kemudian ibuku menjahitnya kembali.

Kau lihat dikulitkukah?
Silahkan, tapi warnanya gelap, kusam, kasar, bahkan mungkin bersisik nyaris seperti…… ah kau saja yang mengatakan seperti apa

Kau lihat dimatakukah?
Silahkan, rabun, meski sudah ku tambah dua lagi

Kau lihat dibibirkah?
Ranum? Mimpi itu! Lihat, merahnya hanya bendungan darah, untung saja belum pecah, muncrat ke wajahmu

Atau ditangan?
Ada apa? Penuh goresan, sayatan pisau, bekas luka yang terajut bersama pinang-pinang yang ku belah setiap petang, kasar dengan kayu bakar yang ku angkut setiap pagi.

Atau malah dirumahku, hartaku…? Haha……………..

Apa yang kau dapat? Kecuali saat kau datang kerumahku, tak pernah lupa kuberi minum dari sumur yang digali ayahku, Ku beri makan dari padi, upahku menggarap sawah
Tapi jangan takut!! Aku jamin Halal
Ada bayam dibelakang rumahku, yang ditanam ibuku, Tak akan ambar, ada garam kiriman nenekku, dan ikan yang dikail ayah ku

Jangan resah, kau takkan menyesal mengenalku, jika kau masih ingin menghargaiku, memberiku kesempatan mengisi ruang kosong yang memang hakku yang tersebebar dijagat ini, memahami bahwa niatku benar-benar tulus, bukan melihatku sebagai sebagai racun.

Dalam gerak statis yang ku punya, pisauku bukan untuk mengiris tampa arah, semua ada arti untuk sebuah peradaban…………

8 Maret

23.03

Sajak Untuk Nanggroe….

Jika ada sajak yang lebih dahsyat dari pada petir
Kami ingin menyerap seluruh daya listrik yang dimilikinya
Ingin kami gencarkan arusnya diseluluh jagat ini
Agar mereka tahu, sedahsyat itu jiwa kami ingin berontak
Pada cicit kedidi yang tlah lupa akan sayap yang menerbanginya hingga sampai dilubung padi
Pada pinang-pinang kuning yang tak lagi menghargai batang yang pernah bersusah payah merangkak mengalirkan hara
Pada seulanga yang lupa kelopak pelindung masa rapuhnya
Pada mereka yang tak lagi menganggap ada cinta dalam aksara kami, bukan sekedar mencerca tanpa arah

Kamilah para penyair
Tak ada susunan aksara menyerah dalam deret yang kami rangkai
Tak pernah sekalipun kami berkenalan dengan lelah, meski beribu gunung ranjau tlah kami lalui demi sebongkah batu asah
Agar pena kami tetap runcing, tajam

Kamilah para penyair
Yang senja kami selalu gerah kala putih kau nodai

Kamilah para penyair
Meski malam rangkang, bantal, selimut kami kau incar, kami tak gentar

Kami akan terus berputar hingga poros kami sampai kekerak bumi
Kami tetap menjerit dalam lengkingan yang meluruhkan juntai permata dilangit
Agar mereka tahudikerak bumi ini ada kejujuran, kearifan, kebijaksanaan, keadilan, kesetiaan, pengorbanan yang tertimbun , lalu berharap seluruh permata langit tertelan ketika luruh
Kemudian masuk, mendekam dalam perut, yang perlahan akan mengkristal, dan akhirnya kedamaian terperangkap dijiwa kita semua
Inilah maksud kami yang terangkul dalam sajak untuk nanggroe….

Tanoeh Riencong, 9 Februari 2011

18.19

Sesuatu Yang Tergantung di Hatimu, Nawaitu (adat Khanduri Laot)

Oleh: Maulidar Yusuf

“Singoeh bek tuwo beuh! Jangan lupa bawa mangkuk plastic kecil ya dik, biar gampang latihan..”

“ok kaak…” koor anak-anak sambil berlari pulang.

Pesanku pada anak-anak tari binaanku disanggar agar membawa perlengkapan latihan, kali ini mereka harus latihan ekstra karena akan ada penampilan beberapa hari lagi pada sebuah acara besar di Krueng Aceh, Khanduri Laot. Tarian yang akan dipentaskan adalah tarian ranup lampuan, tarian khas Aceh untuk penyambutan tamu-tamu yang datang dan dalam acara seremonial ditarikan oleh tujuh atau sembilan penari wanita diiringi oleh music “seurunee kale”. Pada akhir tarian para penari menawarkan ranup untuk para tamu sebagai rasa hormat walaupun tidak seorangpun wajib memakannya.

“Dek noeng, kamu saja yang belikan ranup dipasar aceh ya..” kata Novi padakku untuk membeli ranup yang akan diberikan oleh para penari kepada tamu undangan yang akan hadir dalam khenduri laot pada hari kamis ini. Ranup adalah sirih yang sering dimakan oleh orang Aceh sebagai daun yang berkhasiat. Secara tradisional digunakan sebagai kunyahan setelah makan dan sering disajikan untuk menunjukkan rasa hormat kepada tamu.

“Njoe na kanduri laot uro ameh njoe ” kata ayah. Beberapa hari lagi orang tua kami yang manyoritas adalah nelayan akan mengadakan khanduri laot di Krueng Aceh.
“Krueng Aceh ini adalah salah satu sungai yang letaknya sangat strategis yang ada di Aceh, dan sudah menjadi sentral nelayan untuk menangkap ikan sejak masa kerajaan Sultan Iskandar Muda” kata Wak Yan, mantan wakil panglima laot Krueng Aceh yang juga merupakan keturunan nelayan generasi ketiga sejak masa kejayaan kerajaan Aceh. Dalam usianya yang hampir enampuluh tahun beliau masih memiliki ingatan dan wawasan yang sangat kuat tentang khanduri laot dan hal-hal yang berkaitan dengan laut

“Di Aceh njoe antara adat ngoen agama hana jeut meupisah ” kata beliau sambil memceritakan sedikit tentang kerajaan Aceh yang jaya sebagai kerajaan dengan kekuatan Islam yang sangat luar biasa, karena dalam semua hal hukum agama selalu menjadi acuan dalam beribadah dan juga menggunakan hukum adat dalam hal hubungan kemasyarakatan selama tidak bertentangan dengan hukum agama dan ini masih tetap digunakan dimasyarakat sebelum adanya hukum negara dan masih tetap ditegakkan hingga sekarang meskipun ada sebagian yang sudah lutur.

“Tapi njoe harus tetap tapeukong” lanjut beliau sangat bersemangat mengharapkan adat yang tak bertentangan dengan agama tetap harus ditegakkan agar tidak banyak permasalahan dan ketimpangan social yang terjadi dimasyarakat.

“Ditempat kita setiap tempat memiliki aturan mainnya, seperti dilaut ada Panglima Laot, disawah ada Keudjreun Blang, dipasar ada Haria Peukan, dan dihutan ada Pawang Rimba” kata Kak Dek Na, pimpinan sanggar Puekat, salah satu sanggar yang membina anak-anak nelayan yang ada diperkampungan nelayan, Lampulo .

“Fungsinya itu banyak sekali, namun tujuannya sama-sama menjaga ketertiban dimasyarakan dengan menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi” lanjut beliau disuatu petang sambil membantu kami membereskan peralatan sanggar.

Seperti tugas seorang Keujreun Blang, bersama-sama masyarakat memimpin memikirkan bagaimana pemasaran hasil panen sawah nantinya setelah keumukoh , agar masyarakat tak rugi. Ada pepatah yang sangat popular dimasyarakat Aceh “Jaroe bak langai, mata u pasai”.

Inilah Aceh, disini setiap aktivitas masyrakat memiliki aturan main tersendiri yang diatur oleh pemimpimpin masing-masing atas dasar kesepakatan bersama.
****

“Tulong bagah bacut, karap poh lapan njoe..! ” seru Apit, salah seorang pengurus sanggar kepada anak-anak penari agar segera begegas menuju area Khanduri laot yang tak jauh dari sanggar.

Dalam perjalanan menuju lokasi khanduri laot, dari kejauhan sudah tampak para tamu yang hadir. Membuat kami semakin terburu-buru untuk segera sampai.
Beberapa menit kemudian kami sampai, akhirnya para penaripun mengabil posisi masing-masing untuk menari menyambut tamu. Acara hari ini akan dibuka oleh wakil gubernur Aceh Muhammad Nazar. Dalam acara ini seperti biasa akan dihidangkan masakan-masakan khas Aceh disamping masakan khas Khanduri laot, hidangan gulai daging kerbau, kemudian akan diisi juga dengan lantunan ayat-ayat suci oleh pengajian Mesjid Raya. Ada dua belas kerbau yang disembelih dalam khanduri laot tahun ini.

“Njoe peng dari para nelayan, tahun ini dikutip dari 150 boat nelayan yang ada di Krueng Aceh nak….. dan Alhamdulillah selain bisa membeli beberapa ekor kerbau juga digunakan untuk sumbangan kepada anak-anak yatim” kata seorang nelayan yang juga sangat mengerti kondisi.

Khanduri laot adalah kegiatan adat yang tidak pernah lupa dilaksanakan oleh para nelayan yang ada di Aceh disaat memiliki rezeki dengan cara menyembelih lembu atau kerbau yang kemudian kepala berserta isi perut dari hewan tersebut dibungkus dengan kulitnya lalu dibuang kelaut dan diadakandalam 3 atau 5 tahun sekali. Secara kasat mata kita bisa melihat ini kegiatan ini hampir mirip dengan ritual ummat Hindu, seperti yang ada dipulau Jawa.

“Ini Cuma sebagai ucapan syukur kepada Allah yang telah memberikan kita rezeki dari laut, sehingga kita bisa memberi makan kepada anak dan istri” kata Wak Yan .

“Acara seperti ini, setelah Islam sangat kuat ada di Aceh sangat jauh dari ritual yang berbau syirik, karna kita bersyukur bukan kepada laut, namun kepada Allah, Sang Pemberi Rahmat” Lanjut beliau. Karena kegiatan khenduri laot ini sangat berbeda dengan apa yang dilaksanakan oleh ummat Hindu, khususnya yang ada di Pantai Laut Selatan, baik dari segi pelaksaanaan dan subtabsi.

Pantai Laut selatan yang menurut kepercayaan masyarakat dipulau Jawa dikuasai oleh Nyai Roro Kidul telah memberikan banyak anugerah sehingga harus diadakan hajatan disetiap hari senin atau kamis dalam bulan suro disaat malam kliwon, karena itu merupakan hari pantangan untuk melaut. Kerbau yang dipersembahkan haruslah dikejar-kejar terlebih dahulu ketika disembelih, agar darahnya membasahi pantai, dan keberkatanpun akan muncul. Dan mereka percaya bahwa ini akan mendatangkan rezeki yang lebih banyak.

Namun, melihat konteks Aceh yang sangat kental dengan nilai spiritual keislaman,
acara khanduri Laot ini hanyalah wujud syukur kepada Allah dengan cara mengadakan Khanduri bersama masyarakat dan anak yatim dan yang paling penting adalah doa bersama yang dipimpim oleh seorang tengku atau ulama. Acara ini dilakukan dengan penuh khidmat ketauhidan dan dalam praktiknya sangat hati-hati agar tak ada usur syirik dan riya.

“Khanduri yang kita adain ini tetap dengan menyembelih daging kerbau soalnya dagingnya itu banyak dan enak” Kata seorang panitia penyembelihan.
Menyingung persoalan mengapa kepalanya tetap dibuang kelaut, “sebernarnya semua ini tergantung niat dari yang melakukannya, kalau kita sih ini bentuk saling ketergantungan antara manusia, hewan yang ada dilaut, nah…..kalau kita membuang kepalanya kelaut ini akan mempengaruhi ekosositem laut kearah yang lebih baik dengan mempercepat pertumbuhan plankton-plankton sumber makanan bagi ikan, tapi… kalau dilihat dari sisi menjaga kebersihan lingkungan, jangan sering-sering jugalah kita buang sampah sembarangan..hehhe” kata seorang warga nelayan sambil tersenyum.

Sejak tahun 1316 ritual ini sudah ada di Aceh, namun tahun lalu berdasarkan hasil kesepakatan para Panglima Laot se-Aceh memutuskan bahwa khanduri dengan mengadakan pembuangan kepala kerbau kelaut sudah tidak dibenarkan lagi, hal ini merujuk pada penerapan syarian Islam di Aceh, walaupun kesepakatan ini tidak tertulis, namum tetap siapapun harus menjaga niat dari tujuan pembuangan kepala kerbau kelaut, bukanlah untuk sebuah persembahan, karna dalam hal apapun Allahlah tujuan kita, alam dan isinya Allahlah Sang Penguasa, dan Allahlah yang akan melebihkan dan mengurangi rezeki kita oleh karena itu hanya kepada Allah tempat kita persembahkan rasa syukur.

“Njoe siat teu na duk pakan njoe….. dengan para panglima laot lhok yang ada disekitar Banda Aceh seperti Panglima Laot Pasii tibang, Ulee Lhee, Lamtong dan lain-lain” Kata Wak Sol, seorang toke boat yang ada di Lampulo yang berada dibawah naungan Panglima Laot dari Krueng Aceh. Karena disetiap laut disini memiliki panglima yang berbeda yang disebut dengan panglima Laot Lhok yang berfungsi mengatur ketertiban dikawasanya masing-masing, seperti menyelesaikan sengketa antar nelayan. Permasalahan-pernasalan yang timbul ini akan diselesaikan dengan jalur musyawarah yang dipimpin oleh Panglima Laot dikawasannya bersama orang-orang yang bersengketa. Dengan tujuan menegakkan keadilan, sejak dulu Aceh sangat menjunjung tinggi nilai keadilan disemua sisi kehidupan pribadi dan masyarakat.

Pada dasarnya acara Khanduri Laot ini memiliki banyak tujuan yang mengandung berbagai hikmah. Selain sebagai wujud syukur kepada Allah yang telah menganuigerahkan laut sebagai tempat yang paling banyak meluapkan rezeki kepada manusia didarat, khanduri laot ini juga dijadikan masyarakat sebagai ajang silaturrrahmi sesama masyarakat.

“Sekarang zaman udah canggih, apa-apa pake telpon, sms, atau melalui media internet udah bisa berkomunikasi langsung dengan orang lain, jadinya intensitas tatap muka dengan teman, kerabat semakin berkurang, dan kita ga tahu keadaan mereka sebenarnya bagaimana” kata Luddin, seorang warga nelayan yang memiliki tempat pengolahan ikan keumamah yang juga hadir pada khenduri laot.

“Gini ni kan enak kita bisa ketemu langsung sekali-kali, kelihatan ternyata Nyak Maneh udah ga segendut dulu…hheheh” lanjutnya sambil melihat seorang ibu penjual nasi diwarung yang biasa disinggahi nelayan ketika pulang melaut disampingku.
Hampir ribuan masyarakat yang datang dalam syukuran para nelayan tahun ini, diantaranya adalah tamu undangan dan anak yatim yang diundang khusus untuk menikmati bersama hidangan yang telah disiapkan.

“Ini semua tergantung pada rezeki nelayan juga nak,,” kata salah seorang kakek saat mendengar pertanyaanku. “Pue tip thoen na khanduri njoe ?”
*****

Sebelum zhuhur acarapun sudah selesai. “Kak tolong bereskan peralatan tari ya.. kami mau jalan-jalan dulu sebentar” kata Nurul sambil terburu-buru meletakkam peralatan tari.

“Ya kak.. kami mau keliling dulu sebentar, mau liat-liat sungainya” sambung Aisyah sambil berlari meninggalkanku dengan segala pernak-pernik yang digunakan ketika menari tadi.

04.13

Harapan Yang Tak “Paleeh”

Potensi kepemimpinan itu memang dimiliki oleh setiap orang, namun untuk menjadi seorang pimpinan yang baik itu tak mudah. Begitulah yang terjadi hari ini dinegri kita, dimasa-masa krisis ini sulit sekali menemukan sosok pemimpin yang sempurna. Namun menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa hari ini semua orang berlomba-lomba menjadi pemimpin orang lain, padahal memipin diri sendiri saja tak mampu, baiklah, seandainya kita katakana bahwa itu merupakan cara mereka belajar unruk sempurna, mereka berani mengambil resiko dicaci disaat kinerja mereka buruk, mereka berani disaat kesalahan yang mereka lakukan meskipun kecil tapiu menjadi bulan-bulanan semua orang. Tapi terlepas dari itu semua kita tak pernah tahu apa tujuan mereka sebenarnya, namakah? Popularitaskah? Kepeduliankah? Atau malah materil untuk kepentingan pribadi dan kelompok?. Terserah tujuan mereka, yang jelas hari ini kita bisa melihat orang-orang mulai sibuk dengan agenda kepemimpinan, baik itu menyiapkan diri sendiri menjadi pemimpin, maupun menyiapkan orang lain, tim sukseslah istilahnya.



Teringat beberapa hari yang lalu disaat kami berjumpa dengan tokoh-tokoh masyarakat di beberapa daerah yang memiliki sumberdaya alam yang tidak sedikit, namun nyaris tidak berefek apa-apa pada perekonomian masyarakatnya, tak jauh beda keadaan perekonomian dimasa konflik dengan masa setelah MoU Helsinki untuk Aceh. Mereka ini adalah tokoh masyarakat yang sangat dekat keberadaan dengan masyarakat, mereka diangkat langsung oleh masyarakatnya untuk menjadi pengatur sekaligus pemimpin, namun mereka bukan pemimpin besar dengan gaji yang cukup untuk anak dan istri mereka, bahkan jerih payah mereka dibayar nyaris dibawah upah buruh perhari, mereka tak menuntut banyak, padahal dimasa-masa konflik dulu merekalah orang yang paling dicari, bahkan terhadap keberadaan seorang separatis didesa yang masuk tanpa sepengetahuan mereka, namun yang menjadi bulan-bulanan adalah mereka, dengan tuduhan yang andaikata langit bisa langsung bersaksi tentang kejujuran maka detik itu pula petir menyambar penuduh.



Sebenarnya merekalah pemimpin yang luar biasa, mereka adalah tokoh yang dipercaya tanpa janji manis, bahkan ada yang sampai 20 tahun menjadi tokoh kepercayaan, tempat mengadu meski mereka tak tahu lagi harus mengadu kemana setelahnya kecuali pada Tuhan. Mereka bukan pemimpin besar namun segala persoalan pada masyarakat merekalah yang lebih banyak tahu dari pada orang-orang yang selalu berorasi mengelu-elukan diri bahwa dia pemimpin besar yang paling bijak dan perhatian , apalagi persoalan pada masyarakat level rendah.



Bermimpi menjadi pemimpin besar itu memang hak setiap individu, tapi jangan lupa banyak sekali catatan penting yang harus selalu diingat oleh siapapun yang akan menjadi pemimpin. Khususnya di Aceh, berikut ini ada kutipan dari beberapa tokoh masyarakat yang ada dibeberapa desa yang sedikit terpencil di Aceh beberapa waktu yang lalu. Menurut mereka perhatian pemerintah hari ini hanyalah janji manis saja, sebagai tokoh kepercayaan masyarakat didesanya, banyak janji manis dari pemerintah yang ditawarkan kepadanya dalam hal apapun, namun sampai detik ini janji itu tak kunjung jua terealisasikan, tak salah jika mereka berkata “meunjoe tan tamita keudroe sapue koen”. Apalagi menanggapi persoalah yang sedang dibicarakan saat ini terkait permasalahan siapa yang layak menjadi pemimpin kali ini kedepan “terserah soe yang ji’ek, ata cit peukateun tetap lagei soet. Bandum cit peutaba mameh, watei ka tijoh ie babah teuh, ka dihieng”.



Disaat disinggung persoalan perekonomian masyarakat setelah MoU ini mereka menjawab “ walaupun konflik di Aceh sudah reda, tapi perekonomian kami terkadang malah semakin merosot; bahkan sang hie dalam ta mita raseki leubeh goet dan leu berkah lam masa konflik, dan urueng hana troe sidroe mantoeng lagei jinoe, peng meutumpok bak sidroe urueng mantoeng, berjeh pen siribe jeut tabloe dum pue, jinoe sapue tan seip lei”. Harusnya pemerintah bisa mengatur ini semua lebih bijak.



Ketika ditanya apa harapan mereka terhadapa pemimpin kedepan “seumoga bek sampe urueng yang ek tring yu ek bak u, siapa saja boleh, asal mampu”. Tokoh yang lain menambahkan “ kita ingin dipimpin oleh orang yang berwawasan luas, dalam hal apapun, dan mampu membawa Aceh ini sebagai kiblat peradaban, bek sabe payah ta meu kiblat u jawa sabe…….”



“..harus djih bek bri uengot keu kamoe, tapi kawe, buka lapangan kerja, jangan hanya member modal usaha apalagi tanpa kontrol,nrentan dengan korupsi, ini jelas mendidik rakyat untuk jadi pemalas, fakta ini..! fakta…” harapan tokoh masyarakat didesa lain ketika ditanya keadaan ekonomi masyarakat setelah perdamaian.



“kamoe njoe asai cit urueng bangai, tapi buet hek, maunya ajaklah kami sekali waktu berdiskusi dengan mereka pemegang simpul terkuat, biar lebih tahu apa yang yang sebenarnya terjadi dimasyarakat level bawah ini….” Sambut yang lain disaat mendengar kata pemilukada menanti didepan mata.



Setelah perdamaian ternyata kesejahteraan hanya ilusi, harusnya bek sare jak cilet mameh bak rhueng, hana jeut kamoe lieh. Manyoritas rakyat semakin gerah dengan keadaan yang han glah-glah, leuh bak meuruwa meusangkot gaki lom lam trieng, leuh glah bacut kameuchop jaroe lomgen duro.



Lantas bagaimana sebenarnya perasaan mereka yang sedang sibuk bergeriliya mencari dukungan untuk mencapai puncak, bahkan tak jarang sikut menyikut, keu’ih wie, keu’ih uneun, berlomba-lomba mengumpulkan KTP, berlomba-lomba meukat ubat rata sagoe, padahal tak jarang ubat yang dijual hanya ramuan asal jadi. Pencitraan sana-sini.



Mulai sekarang sebenarnya kita bisa melihat siapa ceurape itu sebenarnya, dan sebuah pertanyaan besar lagi, apakah ada sosok yang akan benar-benar tulis ingin mensejahterakan rakyat, bukan hanya memperturut kepentingan golongan apalagi pribadi.



Seorang filsuf dari Tiongkok yang hidup dua ribu empat ratus tahun yang lampau pernah berkata: “Suatu bangsa akan berada di dalam keadaan sejahtera bila tiga syarat terpenuhi. Syarat yang pertama bila bangsa tersebut memiliki system keamanan yang kuat. Kedua bila ekonomi negara tersebut dalam keadaan yang lancar. Ketiga bila pemimpin negara dapat diandalkan oleh rakyatnya”.



Tentunya kita semua berharap jangan sampai (lagi) terpilih orang-orang “paleeh”. Karena paleeh itu adalah virus yang sangat bahaya, banyangkan saja paleeh tanoh cot teungoeh kurueng asoe, paleh inoeng teumanjoeng watei lakoe woe, paleh agam sipak kuah piuleh aso, paleeh rakyat ji meupat rata sagoe, paleh raja djitop geulinyoeng wate ta krip. Hasilnya adalah hancur disemua sudut.